Cahaya
kuning matahari melesat-lesat. Membias pada gerak jalanan yang mendadak berubah
bagai tarian. Membias pada papan-papan reklame. Membias pada percik gerimis
dari air mancur. Membias di antara keunguan mega-mega. Maka langit bagaikan
lukisan sang waktu, bagaikan gerak sang ruang, yang segera hilang. Cahaya
kuning senja yang makin lama makin jingga menyiram jalanan, menyiran segenap
perasaan yang merasa diri celaka. Mengapa tak berhenti sejenak dari upacara
kehidupan?
Cahaya
melesat-lesat, membias, dan membelai rambut seorang wanita yang melambai
tertiup angin dan dari balik rambut itu mengertap cahaya anting-anting panjang
yang tak terlalu gemerlapan dan tak terlalu menyilaukan sehingga bisa ditatap
bagai menatap semacam keindahan yang segera hilang, seperti kebahagiaan.
Langit
senja bermain di kaca-kaca mobil dan kaca-kaca etalase toko. Lampu-lampu
jalanan menyala. Angin mengeras. Senja bermain di atas kampung-kampung. Di atas
genting-genting. Di atas daun-daun. Mengendap ke jalanan. Mengendap ke
comberan. Genangan air comberan yang tak pernah bergerak memperlihatkan langit
senja yang sedang bermain.
Ada
sisa layang-layang di langit, bertarung dalam kekelaman. Ada yang sia-sia
mencoba bercermin di kaca spion sepeda motornya. Ada musik dangdut yang
mengentak dari warung. Babu-babu menggendong bayi di balik pagar. Langit makin
jingga, makin ungu. Cahaya keemasan berubah jadi keremangan. Keremangan berubah
jadi kegelapan. Bola matahari tenggelam di cakrawala, jauh, jauh di luar kota.
Dan kota tinggal kekelaman yang riang dalam kegenitan cahaya listrik. Dan
begitulah hari—hari berlalu.
Lampu-lampu
kendaraan yang lalu-lalang membentuk untaian cahaya putih yang panjang dan
cahaya merah yang juga panjang. Wajah anak-anak penjual Koran dan majalah di
lampu merah pun menggelap. Mereka menawarkan Koran sore dan majalah ke tiap
jendela mobil yang berhenti. Bintang-bintang mengintip di langit yang bersih.
Seorang wanita, entah di mana, menyapukan lipstik ke bibirnya.
langit muram, kau pun tahu
angin menyapu musim, gerimis melintas
pada senja selintas, aku tak tahu
masihkah ketemu malamkukamu adalah mimpi itu, siapa tahu
dalam jejak senyap semalam
menatap hujan,
tiada bertanya sedu atau sedan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar