Rabu, 11 Desember 2013

Ketika #5

"lho Lena kenapa kamu menangis, nak?" tanya Ibu lembut, mengusap pipi anaknya yang basah. Matanya setengah murka setengah kalut. Siapa yang berani membuat anak kesayangan ku menangis?

Lena terisak. Lidahnya kelu untuk sekedar memberitahu ibunya siapa yang telah membuatnya menangis. Lena menarik tangisnya pelan-pelan. Tak ingin membuat ibu semakin kusut. Ibu memeluk Lena. Hangat. "ayo kita pergi berkeliling" kata ibu lembut. "ibu dengar es lilin dekat danau rasanya enak" lanjutnya.

Ibu menggenggam erat tangan Lena menuju sepeda butut peninggalan ayah. Satu-satunya barang mewah yang ada di rumah petak itu.

***

"bu ini enak!" ucap Lena girang, mengayun-ayunkan es lilin yang ada di tangannya. Ibu tertawa melihat tingkahnya. "bagaimana kau bisa menyebutkan enak hanya dengan mencium aromanya?" tanya ibu.

"iya dong bu, Lena!" jawab Lena menepuk-nepuk dadanya. "kalau memang enak ibu harus membelikan aku satu lagi ya?" pintanya manja. Ibu mengangguk. Entah sudah berapa senyuman yang tersimpul di bibirnya. Ibu lega, anak kesayangannya tak lagi menangis.

Lena dan ibu memakan es lilinnya dengan lahap. Terutama Lena, ia sudah menghabiskan 2 batang es dalam sekejap. Ibu dan anak itu bersenda gurau, membuat iri waktu. Mereka tak menghiraukan datangnya waktu.

***

Lena tenang duduk diboncengan ibu, sambil sesekali mengayunkan kaki atau tangannya. Ibu mengayuh sepeda mengelilingi perkampungan. Bercerita bagaimana hebat ayah Lena dulu, berbagi lelucon, sampai memperdebatkan mengapa marka jalan berwarna putih.

Waktu semakin iri dengan keintiman mereka. Ia menyuruh bumi berputar lebih cepat. Ingin segera menyudahi aktivitas ibu dan anak ini. Semburat oranye menghiasi langit. Warnanya menyelip disela-sela rambut Lena yang terurai.

Ibu memberhentikan sepeda, menengok kearahnya. "kau tahu apa yang paling indah di dunia ini?" tanya ibu. Lena mengernyitkan dahinya. Bingung. Menggeleng-gelengkan kepalanya, "yang Lena tahu es lilin tadi sangat enak bu!" jawabnya terkekeh-kekeh sambil mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. Ibu ikut tertawa.

Suasana perkampungan riuh ketika senja sedang beraksi. Ibu-ibu sibuk memanggil anak-anaknya yang belum kunjung pulang bermain sejak tadi siang, atau bapak-bapak yang sedang sibuk mengurusi ternak mereka. Ibu menggenggam tangan Lena, "coba kau lihat sekitar nak" ujarnya. Lena memperhatikan dengan seksama, menggembungkan pipinya sebagai tanda ketidaktahuan apa yang dimaksudkan oleh ibunya.

"senja nak... Senja" jawab ibu. "hal terindah di dunia ini adalah senja"
"mengapa?" tanya Lena.
"jika senja tidak datang, apakah kejadian ini akan terjadi?" kata ibu sambil menunjuk ke seorang anak yang sedang ditegur ibunya karena pulang terlambat. "atau itu?" lanjutnya menunjuk ke salah satu rumah. Seorang bapak yang baru saja pulang -entah apa pekerjaannya- disambut oleh anak-anaknya.

"bukan kah memang sudah waktunya ya bu?" tanya Lena menggaruk-garuk kepalanya penuh kebingungan.
"nak... Sungguh Tuhan maha kuasa. Ia menciptakan segala suatu dengan jelas dan rinci. Bagaimana siang berganti malam dan bagaimana matahari berganti bulan" jawab ibu menepuk-nepuk kepala Lena lembut.
"senja adalah sebuah hadiah untuk pergantian waktu. Coba bayangkan jika tiba-tiba saja gelap?" ibu tiba-tiba menutup mata Lena.

Lena tersenyum. Ikut menutup mata ibu. "senja juga sebagai ajaran jika sesuatu yang muncul pasti akan menghilang dengan berjalannya waktu" kata ibu melepaskan tangan Lena.
"senja juga pertanda bahwa kekuasaan Tuhan tiada batas. Bagaimana caranya melukis langit? Hanya Tuhan yang tahu" ibu mengangkat tangannya meragakan cara melukis.

"nah kalau gitu ayo kita pulang bu... Sepertinya senja juga pertanda kalau sayur asam ikan pindang ibu tadi siang harus segera dihabiskan" ujar Lena terkekeh-kekeh. Ibu mengelitik Lena. Mereka berdua tertawa.
Senja mengiringi perjalan pulang ibu dan anak itu. Menelusuri jalan-jalan berbatu. Lena tersenyum sepanjang perjalanan pulang, melihat senja yang diceritakan ibu. Ah terima kasih, ibu. Aku bahkan tak mengingat nama orang yang membuat ku menangis tadi siang.