Minggu, 19 Juni 2016

Manusia

Jadi harus darimana aku memulai untuk menceritakannya? Terlalu banyak hal-hal yang sulit untuk dijelaskan, begitu kata orang-orang. Rasa-rasanya sudah diujung tenggorokan kata-kata itu berjalan dan entah kenapa tidak dapat dikeluarkan seperti yang sudah direncanakan sebelumnya. Padahal sudah susah payah memilah-milah kata yang tepat, sudah berlatih raut wajah seperti apa yang harus ditunjukkan. Hanya dalam seperkian detik semua itu terasa tak berarti lagi.

Ah bukankah sudah banyak orang yang berkeluh kesah tentang ini? Bahkan aku jamin mereka juga tahu penyebabnya, tapi masih saja tak mau mengambil langkah walau mereka juga tahu apa solusinya. Bukankah manusia sangat menyebalkan? Mereka menggerutu tentang sulitnya hidup padahal mereka sendiri juga tahu bagaimana mengatasinya dan kenapa hal itu bisa terjadi. Mereka memilih untuk menyangkal kebenaran dan memaksakan semuanya harus mampu menopangnya. Lantas melontarkan sumpah serapah kepada manusia lainnya, bahkan Sang Pencipta.

Ketika keputusasaan dan kesendirian menggerogoti, manusia mempertanyakan Tuhan dengan makian kenapa semua harus tercipta di dunia ini. Merasa telah hidup secara tidak adil, membenci hal-hal yang seharusnya tak dibenci dan menyakiti manusia lainya. Tapi ketika kebahagiaan dan kasih sayang menyelimuti, manusia melupakan Tuhan dengan kesombongan betapa sempurnanya hidup yang dimiliki.

Haruskah ku katakan juga jika manusia adalah makhluk yang paling tak berperasaan? Bertindak sesuka hati, plin-plan, mamaksa untuk didengar daripada mendengar, memaksa untuk dipahami daripada mencoba untuk memahami.

Siapa itu yang meminta untuk mati lalu tiba-tiba berdoa memohon-mohon untuk hidup lebih lama? Iya, manusia.

Kenapa harus menjalani hidup yang penuh dengan kerumitan ketika pada akhirnya akan meninggal? Karena hiduplah manusia bisa melakukan kesalahan dan lalu apa? Terkena hukuman dari Tuhan atas tindak kejahatan selama bernafas di dunia yang katanya hanya sementara. Kenapa tidak Tuhan menciptakan manusia langsung di surga yang katanya kekal, tanpa harus bersusah payah menjalani hidup?

Pertanyaannya adalah, untuk apa manusia hidup? Mencari kebahagiaan? Kekayaan? Status? Ah ini semua hanya gurauan, bukan?

Apa manusia tahu apa itu kebahagiaan tanpa harus menjalani kesedihan? Apa manusia tahu bagaimana nikmatnya menjadi kaya sebelum tertampar kemiskinan?

Apa jawaban sebenarnya?

Dilahirkan tanpa kemampuan apa-apa, mendapat kasih sayang dan perhatian, lalu beranjak tua dan ditinggalkan. Lantas apa yang tersisa?

Apa alasan Tuhan menciptakan manusia untuk hidup di dunia yang katanya hanya sementara ini? Sebagai ujian untuk memilah-milah manusia mana yang pantas masuk ke dalam surga-Nya? Bukankah setelah menjalani siksaan kejam dari para penjaga nerka manusia pada akhirnya bisa memasuki surga walau dengan tubuh yang tak layak?


Tulisan ini dibuat bukan untuk mempertanyakan Tuhan dan semesta-Nya.