Rabu, 11 Desember 2013

Ketika #5

"lho Lena kenapa kamu menangis, nak?" tanya Ibu lembut, mengusap pipi anaknya yang basah. Matanya setengah murka setengah kalut. Siapa yang berani membuat anak kesayangan ku menangis?

Lena terisak. Lidahnya kelu untuk sekedar memberitahu ibunya siapa yang telah membuatnya menangis. Lena menarik tangisnya pelan-pelan. Tak ingin membuat ibu semakin kusut. Ibu memeluk Lena. Hangat. "ayo kita pergi berkeliling" kata ibu lembut. "ibu dengar es lilin dekat danau rasanya enak" lanjutnya.

Ibu menggenggam erat tangan Lena menuju sepeda butut peninggalan ayah. Satu-satunya barang mewah yang ada di rumah petak itu.

***

"bu ini enak!" ucap Lena girang, mengayun-ayunkan es lilin yang ada di tangannya. Ibu tertawa melihat tingkahnya. "bagaimana kau bisa menyebutkan enak hanya dengan mencium aromanya?" tanya ibu.

"iya dong bu, Lena!" jawab Lena menepuk-nepuk dadanya. "kalau memang enak ibu harus membelikan aku satu lagi ya?" pintanya manja. Ibu mengangguk. Entah sudah berapa senyuman yang tersimpul di bibirnya. Ibu lega, anak kesayangannya tak lagi menangis.

Lena dan ibu memakan es lilinnya dengan lahap. Terutama Lena, ia sudah menghabiskan 2 batang es dalam sekejap. Ibu dan anak itu bersenda gurau, membuat iri waktu. Mereka tak menghiraukan datangnya waktu.

***

Lena tenang duduk diboncengan ibu, sambil sesekali mengayunkan kaki atau tangannya. Ibu mengayuh sepeda mengelilingi perkampungan. Bercerita bagaimana hebat ayah Lena dulu, berbagi lelucon, sampai memperdebatkan mengapa marka jalan berwarna putih.

Waktu semakin iri dengan keintiman mereka. Ia menyuruh bumi berputar lebih cepat. Ingin segera menyudahi aktivitas ibu dan anak ini. Semburat oranye menghiasi langit. Warnanya menyelip disela-sela rambut Lena yang terurai.

Ibu memberhentikan sepeda, menengok kearahnya. "kau tahu apa yang paling indah di dunia ini?" tanya ibu. Lena mengernyitkan dahinya. Bingung. Menggeleng-gelengkan kepalanya, "yang Lena tahu es lilin tadi sangat enak bu!" jawabnya terkekeh-kekeh sambil mengacungkan jempolnya tinggi-tinggi. Ibu ikut tertawa.

Suasana perkampungan riuh ketika senja sedang beraksi. Ibu-ibu sibuk memanggil anak-anaknya yang belum kunjung pulang bermain sejak tadi siang, atau bapak-bapak yang sedang sibuk mengurusi ternak mereka. Ibu menggenggam tangan Lena, "coba kau lihat sekitar nak" ujarnya. Lena memperhatikan dengan seksama, menggembungkan pipinya sebagai tanda ketidaktahuan apa yang dimaksudkan oleh ibunya.

"senja nak... Senja" jawab ibu. "hal terindah di dunia ini adalah senja"
"mengapa?" tanya Lena.
"jika senja tidak datang, apakah kejadian ini akan terjadi?" kata ibu sambil menunjuk ke seorang anak yang sedang ditegur ibunya karena pulang terlambat. "atau itu?" lanjutnya menunjuk ke salah satu rumah. Seorang bapak yang baru saja pulang -entah apa pekerjaannya- disambut oleh anak-anaknya.

"bukan kah memang sudah waktunya ya bu?" tanya Lena menggaruk-garuk kepalanya penuh kebingungan.
"nak... Sungguh Tuhan maha kuasa. Ia menciptakan segala suatu dengan jelas dan rinci. Bagaimana siang berganti malam dan bagaimana matahari berganti bulan" jawab ibu menepuk-nepuk kepala Lena lembut.
"senja adalah sebuah hadiah untuk pergantian waktu. Coba bayangkan jika tiba-tiba saja gelap?" ibu tiba-tiba menutup mata Lena.

Lena tersenyum. Ikut menutup mata ibu. "senja juga sebagai ajaran jika sesuatu yang muncul pasti akan menghilang dengan berjalannya waktu" kata ibu melepaskan tangan Lena.
"senja juga pertanda bahwa kekuasaan Tuhan tiada batas. Bagaimana caranya melukis langit? Hanya Tuhan yang tahu" ibu mengangkat tangannya meragakan cara melukis.

"nah kalau gitu ayo kita pulang bu... Sepertinya senja juga pertanda kalau sayur asam ikan pindang ibu tadi siang harus segera dihabiskan" ujar Lena terkekeh-kekeh. Ibu mengelitik Lena. Mereka berdua tertawa.
Senja mengiringi perjalan pulang ibu dan anak itu. Menelusuri jalan-jalan berbatu. Lena tersenyum sepanjang perjalanan pulang, melihat senja yang diceritakan ibu. Ah terima kasih, ibu. Aku bahkan tak mengingat nama orang yang membuat ku menangis tadi siang.

Rabu, 16 Oktober 2013

I was an open book, you were an ocean breeze.

We found a tender love it blossomed wild and free. Pure proof was in your arms when you were kissing me. I was an open book, you were an ocean breeze; rustling through pages I never should have let you see.

Friend’s asking where you are, say I misunderstood. I say he’s gone away, but he’s not gone for good. Speak of romantic plans we’re looking forward to. Meanwhile, imagining you end up with someone new.

Was I so wrong being such an open book? Trusting so soon, losing all the tender time it took to love you, just to crawl away with broken wings and the pieces of my heart still splintering. It’s surely over now, but how I ache inside. This ocean full of tears that I’m about to cry. You’re sorry for this pain, yeah, that’s not what you meant. I’m sorry too but my feelings more permanent.

My Solitary's Suicide

Just about the time the shadows call I undress my mind and dare you to follow. Paint a portrait of my mystery. Only close my eyes and you are here with me. A nameless face to think I see to sit and watch the waves with me till they're gone. A heart I'd swear I'd recognize is made out of my own devices.... Could I be wrong?

Sleepless nights you creep inside of me, paint your shadows on the breath that we share; You take more than just my sanity, you take my reason not to care. No ordinary wings I'll need the sky itself will carry me back to you, the things I dream that I can do. I'll open up the moon for you just come down soon

The time that I've taken I pray is not wasted, have I already tasted my piece of one sweet love? Ready and waiting for a heart worth the breaking but I'd settle for an honest mistake in the name of one sweet love.

Savor the sorrow to soften the pain sip on the southern rain. As I do, I don't look don't touch don't do anything but hope that there is a you. The earth that is the space between, I'd banish it from under me... to get to you. Your unexpected love provides my solitary's suicide... oh I wish I knew.

Untill I See Him Again

I could use another cigarette but don't worry daddy, I'm not addicted yet. One too many drinks tonight and I miss you like you were mine. All your stormy words have barely broken and you sound like thunder though: You've barely spoken. Oh it looks like rain tonight and thank God 'cause a clear sky just wouldn't feel right.

He's taken and leaving but I keep believing that he's gonna come round soon. He will. I know. You may be my final match 'cause I chase everything when you play throw and I play catch. It never took much to keep me satisfied but all the bullshit you feed me; you miss me, you need me. This hungry heart will not subside

He's taken and leaving but I keep believing that he's gonna come round soon until I see him again. I'm staying believing that it won't be deceiving when he's gonna come round. Well I may seem naive if I cry as you leave. Like I'm just one more tortured heart. These cracks that I show as I'm watching you go aren't tearing me apart.

The angels said I'd smile today. Well who needs angels anyway?

Too Many Things

There's too many things that I haven't done yet. Too many sunsets I haven't seen. You can't waste the day wishing it'd slow down, you would've thought by now. I'd have learned something I made up my mind when I was a young girl. I've been given this one world, I won't worry it away but now and again I lose sight of the good life. I get stuck in a low light but then love comes in.

I do what I can wherever I end up to keep giving my good love and spreading it around 'cause I've had my fair share of take care and goodbyes. I've learned how to cry and I'm better for that, say how far do I have to go to get to you.

Red letter day and I'm in a blue mood, wishing that blue would just carry me away. I've been talking to God don't know if it's helping or not but surely something has got to got to got to give. Cause I can't keep waiting to live.

How far do I have to go to get to you? Many the miles? Send me the miles and I'll be happy. Been talking to God don't know if it's helping or not. Oh send me the miles and I'll be happy to follow you love.

Kamis, 10 Oktober 2013

Wondering... Why?

Why do you let me stay here all by myself? Why don't you come and play here? I'm just sitting on the shelf. Why don't you sit right down and stay a while? We like the same things and I like your style. It's not a secret, why do you keep it?

I'm just sitting on the shelf. I've gotta get your presents, let's make it known. I think you're just so pleasant I would like you for my own.

Why don't you sit right down and make me smile? You make me feel like I am just a child. Why do you edit? Just give me credit. I'm just sitting on the shelf.

For those of you

For those of you who tried, but didn't make it, settle down. It's never what you think. The summit doesn't differ from the deep, dark valley, and the valley doesn't differ from the kitchen sink.

For those of you who thought you'd be forgotten, the friends you've made will try their best, to make it so. Think of all the beauty that you left behind you. You can take it if you want it, and then let it go.

And this is not a test. No, it is not a test. What do you think? Taking numbers never made sense, anyways. 'Cause you can have it, if you want it.

For those of us who try to keep remembering, try to do our better than our best. Think of all the children in the drifts of snow. Winners never quit, but winters never rest.

sweet as it is

Sometimes I can be perfectly sweet, got the sugary me all stuffed up in my sleeve and I’ll talk of ponies and rainbows and things and I’m just who you want me to be: Like most creatures down here on the ground. I’m composed of the elements moving around but I grow and change and I shift and I switch.

And it turns out I’m actually kind of a bitch but that only happens when I get provoked by some piece of shit asshole we all sadly know, and I sit and I write while reminding you all that mean songs are still better than going postal.

And that guy’s an asshole, that girl’s a bitch; but baby it’s natural no getting away from it. So say it out with me and then let it go. Fuck that guy he’s just an asshole and so I surprised you with some of my words and I know that surprises, while fun, still can hurt.

I hate to think I have ruined the day. You’re the dick and the queen of the high horse parade, but I’m sick and tired of your poisonous ways. You’re a toxin wasting perfectly good space and I say what I think ‘cause it’s more economic than drugs or a drink.

Fuck that guy he’s just an asshole and I won’t let him in under my skin. Your a sad sack of shit? It’s pathetic, just a festering sore that will never be more than that if I don’t let it.


Thank you for every sweet sour swing mood :)

Unspoken Truth

Time to tell me the truth to burden your mouth for what you say. No pieces of paper in the way cause i can't continue pretending to choose. These opposite sides on which we fall, the loving you laters if at all no right minds could wrong be this many times.

My memory is cruel, I'm queen of attention to details defending intentions if he fails. Until now, he told me her name. It sounded familiar in a way I could have sworn i'd heard him say it ten thousand times. If only I had been listening... Leave unsaid unspoken, eyes wide shut unopened. You and me, always between the lines.

I thought I was ready to bleed that we'd move from the shadows on the wall and stand in the center of it all. Too late two choices to stay or to leave. Mine was so easy to uncover, he'd already left with the other. So i've learned to listen through silence.

I tell myself all the words he surely meant to say. I'll talk until the conversation doesn't stay on. Wait for me I'm almost ready when he meant let go.

Let go?

I never meant to be the one to let you down. If anything, I thought I saw myself going first I didn't know how to stick around. How to see anybody but me be getting hurt. I keep remembering that night and the conversation breaking up the mood. I didn't want to tell you, you were right like the season changing. Yes I felt it too.

Does anybody know how to hold my heart? How to told my heart? 'cause I don't want to let go... Let go too soon. I want to tell you so before the sun goes dark, how to hold my heart 'cause I don't want to let go of you.

I'm not the kind to try to tell you lies but the truth is you've been hiding from it too. I see the end sneaking in behind your eyes saying everything no words could ever do.

Is anybody listening? 'cause I'm crying. But who will care?

Minggu, 06 Oktober 2013

Woman Thoughts

In the heat of the fight I walked away ignoring words that you were saying trying to make me stay. I said, 'This time I've had enough" and you've called a hundred times but I'm not picking up cause I'm so mad I might tell you that it's over.

But if you look a little closer I said, "Leave," but all I really want is you to stand outside my window throwing pebbles screaming, "I'm in love with you". Wait there in the pouring rain, come back for more and don't you leave cause I know all I need is on the other side of the door.

Me and my stupid pride are sitting here alone; Going through the photographs, staring at the phone. I keep going back over things we both said and I remember the slamming door and all the things that I misread. So babe if you know everything, tell me why you couldn't see when I left I wanted you to chase after me.

With your face and the beautiful eyes and the conversation with the little white lies and the faded picture of a beautiful night, you carry me from your motorcycle to the stairs and I broke down crying, was she worth this mess? After everything and that little black dress. After everything I must confess, I need you.

Sabtu, 21 September 2013

Just like Merry

If you ain't got two kids by 21, you're probably gonna die alone at least that's what tradition told you. And it don't matter if you don't believe, come Sunday morning you best be there in the front row, like you're suposed to.

Same hurt in every heart. Same trailer, different park.

Mamas hooked on Mary Kay. Brothers hooked on Mary Jane. And Daddy's hooked on Mary two doors down. Mary Mary quite contrary, we get bored so we get married and just like dust we settle in this town. On this broken merry go 'round and 'round and 'round we go, where it stops nobody knows... And it ain't slowin' down, this merry go 'round...

We think the first time's good enough so we hold on to high school love, say we won't end up like our parents. Tiny little boxes in a row ain't what you want it's what you know just happy in the shoes you're wearin'.

Same checks we're always cashin' to buy a little more distraction.

Jack and Jill went up the hill. Jack burned out on booze and pills, and Mary had a little lamb. Mary just don't give a damn no more.

sweet home away from home

Who needs a house up on a hill when you can have one on four wheels and take it anywhere the wind might blow? You don't ever have to mow the yard just hang a map and throw a dart and pray to God the engine starts and go.

Water and electric and a place to drain the septic. Any KOA is A-OK as long as I'm with you. So come on hitch your wagon to the living room I'm draggin'. If I can't bring you to my house I'll bring my house to you.

Parking lots and county lines and counting mile marker signs where the buffalo and antelope roam. Greetings from waterfall, one more postcard for the wall off in our own sweet home away from home.

In Sumatra, in Java, in Kalimantan and away we go to Malaysia and Brunei. No, we won't stop 'til we've seen 'em all. So what else could you ask for? You don't even need a passport to see the whole world from our living room.

It don't matter where we go, we'll never be alone anywhere beside you is a place that I'll call home.

If you... Just do it!

Woke up on the wrong side of rock bottom. Throw a lot of pennies in a well that done run dry. Light up and smoke 'em if you have 'em but you just ain't got 'em yep ain't we always looking for a bluer sky?

If you're ever gonna find a silver lining it's gotta be a cloudy day. If you wanna fill your bottle up with lightning you're gonna have to stand in the rain. If lemonade keeps turning into lemons and you wear your heart on a ripped unraveled sleeve been run through the wringer and pushed on to your limit.

Say you're just unlucky but luck ain't what you need 'cause if you're ever gonna find a four leaf clover you gotta get a little dirt on your hands. And if you wanna find a head that fits your shoulder you're gonna have to go to the dance.

If you wanna find the honey you can't be scared of the bees and if you wanna see the forest you're gonna have to look past trees.

You only live once: just follow your arrow

If you save yourself for marriage you're a bore. If you don't save yourself for marriage you're a horrible person. If you won't have a drink then you're a prude but they'll call you a drunk as soon as you down the first one. If you can't lose the weight then you're just fat but if you lose too much then you're on crack.

You're damned if you do and you're damned if you don't, so you might as well just do whatever you want. So, make lots of noise, kiss lots of boys or kiss lots of girls, if that's something you're into when the straight and narrow gets a little too straight roll up a joint, or don't. Just follow your arrow wherever it points.

If you don't go to church you'll go to hell. If you're the first one on the front row you're a self-righteous son-of -a- can't win for losing, you'll just disappoint 'em. Just cause you can't beat 'em, don't mean you should join 'em.

Say what you think, love who you love 'cause you just get so many trips around the sun. Yeah, you only, only live once.

Keep it to yourself: I'm done

You turn on the light then you turn it back off 'cause sleeping alone, it ain't what you thought; It's the drip of the sink. It's the click of the clock. And you're wondering if I'm sleeping.

You heard from your friends that I'm doing okay and you're thinking, maybe you made a mistake and you want me to know but I don't wanna know how you're feeling.

If you think that you still love me put it on a shelf. If you're looking for someone make it someone else, when you're drunk and it's late and you're missing me like hell keep it to yourself.

If you see me out and I'm standing alone well it don't mean that I'm gonna need a ride home. If you walk up to me like it ain't what it is know that it ain't gonna end with a kiss so keep it to yourself.

Keep it to yourself when you're drunk and it's late and you're sad and you hate going home alone 'cause you're missing me like hell.

Kamis, 12 September 2013

thank you for your opinion, Sir

You sure look real pretty in your glass house and you probably think you’re too good to take the trash out, well are you dumb or are you blind cause it’s a real fine line between telling a joke and turning a knife. Don’t wreck my reputation. Let me wreck my own.

Step off! Yeah you’re getting too close to me with all your negativity... Just get lost! Just try to make a little difference here's why you gotta interfere, just keep climbing that mountain of dirty tricks when you finally get to the top.

You screwed everybody over in this town there ain’t nothing between you and the cold hard ground, keep running your mouth and stretching the truth. You just might find a hole in your parachute 'Cause whatever gets you high wll always bring you down

Sticks and stones
May build a throne
But you’ll be up there all alone


dedicated this to people who fuck'd up with other people lives

Senin, 09 September 2013

She had the world

She was given the world so much that she couldn't see and she needed someone to show her who she could be. And she tried to survive, wearing her heart on her sleeve but I needed you to believe; You had your dreams, I had mine. You had your fears, I was fine. It showed me what I couldn't find when two different worlds collide.
 
She was scared of it all watching from far away and she was given a role never knew just when to play. And she tried to survive, living her life on her own always afraid of the throne but you've given me strength to find hope.
 
She was scared, unprepared. And lost in the dark, falling apart. I can survive with you by my side. We're gonna be alright. Yes, we are gonna be alright.
This is what happens when two worlds collide

Rabu, 28 Agustus 2013

And that's okay


Hello, how you doin'? Glad I crossed your path today and no, I'm nothing really special but I've got a lot to say.

Man, that smile, how it holds me and catches me off guard, and that voice, how it molds me and shapes my broken heart.

I love the way you stain your t-shirts every time you eat and nothing could replace the sight of you. Every night you sleep.

Cause you, yes you, you've got a hold on me and that's okay. Cause I wouldn't have it any other way.

Rabu, 21 Agustus 2013

Ketika #4


"sudah sudah" wanita itu dengan lembut membelai rambut anak bungsunya yang sedang menangis. "ibu berjanji esok lusa akan membelikan boneka itu, nak. Sekarang ayolah makan, tidak kah kau capai menangis tersedu-tersedu sejak tadi?" bujuknya.

Lena tak mau mendengar. Ia sudah bosan dengan janji "esok lusa" ibunya. Sudah berapa banyak esok lusa yang ibu katakan? Sudah berapa kali ia harus gigit jari melihat teman-teman sebayanya bermain boneka?

"Lena tak butuh makan. Lena butuh boneka, bu!" ia melepas pelukan ibunya kasar. Kali ini Lena ngambek lebih parah dari sebelumnya. Ia menatap ibunya kesal. "jika ibu besok tidak membawa boneka, aku akan benci ibu!"

Percakapan anak-ibu itu selesai. Tenang. Namun tak setenang aliran rasa di hati masing-masing. Lena sudah tertidur lelap seperti lupa dengan sumpah serapahnya tadi sore, tapi ibu belum dapat memasuki dunia mimpi. Pikirannya kacau. Bukan karena kata-kata anak kesayangnya, tapi karena merasa tak dapat membahagiakan anak satu-satunya yang tersisa. Kakak-kakak Lena merantau entah kemana dan tak pernah kembali.

Sang waktu terus berdetak membawa kehidupan baru. Pagi. Dimana harapan-harapan merekah bagai bunga bakung. Pagi ini ibu menyelipkan doa untuk keingan anaknya. Semoga boneka itu dapat terbeli. Halal.

Tak peduli betapa berat pekerjaan yang akan ia terima. Tak peduli dengan suhu udara ibukota yang mencekat. Ibu akan pulang nanti sore. Bersama boneka untuk Lena.

Selasa, 20 Agustus 2013

Ketika #3


"apa yang bisa saya bantu, bu?" ini sudah keempat kalinya suster menanyakan hal yang sama kepada Lena. Dengan keramah-tamahan dan kesabaran hasil pendidikan akademi perawatannya, suster ini patut diberi penghargaan.

Sedikit pun Lena tak menatap suster yang sejak tadi berbicara padanya. Padangan mata Lena kosong sekosong jiwanya.

Suster itu bangkit dari tempat duduknya meninggalkan Lena sendiri. Tak lama ia kembali dengan segelas air putih ditangannya, dengan lembut menyerahkan air hangat itu kepada Lena. "minumlah barang setitik"

"mengapa kau pikir aku membutuhkan segelas air hangat?!" bentak Lena. Ia mengangkat wajahnya. Matanya menyeledik. "aku bahkan tak memintanya!"

"eh maaf... Aku hanya menyediakannya untuk mu. Barangkali kamu haus" sekarang suster itu mulai gugup. Pertama kalinya ia mendapat perlakuan seperti ini oleh pasien.

"sok tahu!" Lena bangkit dari kursi tanam rumah sakit itu. Kali ini bentakkan Lena lebih keras dari sebelumnya, membuat orang-orang disekitar mereka menoleh. Bingung. Membuat suster itu mundur beberapa langkah. Takut.

"ketika aku meminta sesuatu baru berikan itu padaku, jika tidak jangan sok tahu! Kau bukan pesulap yang dapat membaca pikiran ku"

Ketika #2


"bukankah lebih baik begitu, Lena?" Ujar Fajar penuh kepastian. Sudah hampir sejam Fajar menceritakan segala asa yang ia doakan setiap paginya. Hari ini, 13 Januari 2004, laki-laki tua itu datang dengan cicin berlapis perak. Melamar wanita yang ia kenal selama 6 bulan terakhir ini. Fajar memang sudah gila kata orang-orang pasar. Bisa-bisanya mengejar perempuan yang 20 tahun lebih muda darinya. Saat itu Lena 21 tahun dan Fajar 41 tahun.

"bicaralah aku ingin tahu jawaban mu" lanjutnya. Lena masih diam wajahnya datar. Tak nampak apapun. Entah sedih atau bahagia. Lena membisu.

"baiklah mungkin aku terlalu terburu-buru. Maafkan aku, Lena. Aku tak memaksa mu memberikan jawaban hari ini. Mungkin esok lusa kita bertemu lagi, membicarakan masa depan yang sedang tertunda" Fajar sangat percaya diri ia takkan ditolak. Lagipula selama ini Fajar lah satu-satunya sumber aliran kehidupan Lena. Selama ini pembeli di lapaknya memang hanya Fajar seorang. Barang dagangan Lena pun sama seperti penjual yang lain: kualitas menengah kebawah dan harga yang murah.

"esok lusa?" Lena menatapnya. Mata yang sedaritadi kosong tiba-tiba jernih. "siapa yang tahu jika esok lusa gusti allah merindukan mu. Mas takkan bisa mendengar jawaban ku"

Fajar menghentikan langkahnya. Kesal. "apa kamu baru saja menyumpahi ku mati? Kalau begitu katakanlah jawaban mu sekarang"

Lena menggeleng "esok lusa mas. Esok lusa kita akan bertemu lagi membahas masa depan yang tertunda"

"hahaha kamu memang benar-benar manis, Lena. Apakah kau begitu malu-malu? Ya baiklah esok lusa kita membahas masa depan kita manis" Fajar mengelus-elus rambut Lena gemas. Ia tersenyum lebar selebar pintu masa depan yang ia angankan.

Ketika #1


"Jadi, sudah berapa banyak yang kau jual hari ini?"

"hari ini sepi"

"ku lihat hari ini pasar sangat ramai, lantas kenapa hanya daganganmu yang tak laku?"

"eh..." Lena lesu menoleh kanan-kiri. Paman ini benar. Hampir semua penjual di pasar sedang sibuk melayani riuhnya pembeli, berusaha menjaga harga yang sekiranya masih menguntungkan.

"rejeki sudah ada yang mengatur. Mungkin esok lusa ada pembeli"

"jadi hanya menunggu? Ya rejeki tak datang dengan sendirinya lho dek" Pria paruh baya itu terkekeh, gurauannya tak membuat perempuan di depannya tersenyum sama sekali. Lena tak memasukkan perkataan paman tadi ke dalam kotak sakit hatinya. Ia malah berpikir. Sedikit tersentak.

Tuhan memang sudah mengatur segala garis kehidupan umat manusia, bahkan sebelum dalam kandungan ibu. Ketika sperma berhasil membuahi ovarium. Ketika Tuhan menghembuskan ruh. Ketika itu pula segala cerita ini dimulai.

"jadi berapa harga sepatu itu" Paman itu menunjuk sepasang sepatu bayi berwarna biru cerah. "sebentar lagi cucu saya akan lahir"

Lena mengernyitkan dahi, "sepatu itu untuk bayi berusia satu tahun paman, bukankah akan kebesaran?"

"siapa yang tahu jika esok lusa gusti allah rindu pada ku? Ketika itu terjadi pastilah aku sudah pergi. Ruh tidak bisa membeli sepatu kan?" paman itu terkekeh lagi. Ia tak berbakat melawak. Lena bengong terheran-heran.

Senin, 22 Juli 2013

Hangat dan dingin

Sepertinya embun tak lelah memeluk langit. Ia masih memeluknya erat. Seharusnya ini adalah waktu untuk matahari menjaga langit tapi sepertinya ia harus mengalah, menatap lekat-lekat dari kejauhan.

Dingin...

Langit tampak kelabu, ronanya beku.
Nafasnya tersekat, embun memeluknya terlalu kuat.

Sudah menjelang petang dan embun tak kunjung pulang.
Matahari hanya diam, menatap nanar dalam-dalam.

Berusaha ia memberikan hangat. Lagi dan lagi. Korona menjalar kesegala arah, mencoba mengusir embun yang tak mau enyah.

Pertarungan ini tak kunjung berhenti, tidak ada yang mau menenangkan hati. Tik tok tik tok sang waktu berdentang. Bumi tak ingin disuruh menunggu, ia menggeser matahari dengan kasar. Senja menjadi saksi drama perpisahan langit dan matahari.

Dingin...

Langit tetap kelabu, ronanya membisu.
Padahal embun sudah siuh sejak bulan timbul.

Bulan hanya diam, tak peduli dengan panggilan guram.

Rabu, 19 Juni 2013

Surat Terakhir

Tumpukan surat-surat itu berdebu, tak tersentuh biar setitik. Melihatnya pun mungkin kau tak mau apalagi membaca isinya. Kata-kata yang menurut mu omong kosong. Sampah!

Jadi, kamu memilih untuk diam. Mengabaikan semua surat ku, yang aku pun ragu kau dapat membacanya dengan jelas. Tangan ku bergetar terlalu kuat, tintanya tersapu air mata.

Pak pos datang membawa surat ku untuk mu, yang lagi-lagi tidak terbaca. Hanya tergeletak di kotak surat, berdesakan dengan surat-surat lainnya.

Bodohnya aku tetap mengirimi mu surat walau ku tahu hanya menjadi sampah, aku tak memperdulikan lagi wajah mu yang masam karena terganggu dengan surat-surat ku.

Hari ini aku mengirimi mu surat lagi, sebuah surat terakhir. Kamu tidak perlu khawatir aku tidak akan menyurati mu lagi.

Esok lusa pak pos akan datang. Membawa surat terakhir ku. Aku pun tidak terlalu berharap kamu mau membacanya.

Esok lusa pak pos akan datang. Membawa surat terakhir ku kepada mu. Mungkin pak pos akan menyelipkan suratnya di bawah pintu mu. Sudah tidak ada lagi ruang yang tersisa untuk surat terakhir ku di kotak surat mu.

Esok lusa pak pos akan datang. Membawa surat terakhir ku.

Secangkir Kopi (3)

Kliiing. Bunyi lonceng di depan pintu kedai berbunyi. Aku berlari ke depan kasir meninggalkan tumpukan biji kopi yang belum terpanggang rata, "maaf kami belum buka" kataku sambil menepak-nepak celemek yang kotor terkena bercak bubuk kopi.

"ah iya saya tahu" Jawabnya santai.

"eh?" sahut ku bingung mendongakkan kepala. Ah pria ini datang lagi, apa dia ingin memesan kopi hitam lagi? Pikir ku.

Pria itu melihat sekitar kedai lekat-lekat. Meraba satu per satu foto-foto lama yang digantung di dinding. Kedai ini memang berdiri sangat lama sejak tahun 1979. "kedai ini sangat tua", ia mengetuk-ngetuk dinding dan lantai kedai. Hampir 75% bagunan kedai memang terbuat dari kayu jati. Selama 34 tahun hanya mengalami satu kali renovasi. Aku pun kadang tak percaya tempat ini masih begitu kokoh.

Aku hanya berdiri di tempat kasir menatap pria itu mengitari kedai. Tak ada satu pun kata ku lontarkan untuk menghentikan ekspedisi kecilnya disini. "jadi disini tidak menjual apapun selain kopi?".

"eee maaf?" sahut ku tak beraturan, mencoba kembali sadar dari lamunan. "maaf kami belum bisa menerima pesanan. Datang lagi jam 8" kata ku sopan sambil menunjuk papan jadwal kedai yang terpasang di samping mesin kasir.

"ah iya saya tahu" jawabnya

"Lantas?" tanya ku sopan sambil tersenyum. Ini lebih menyebalkan daripada pendidikan sopan satun ketika magang dulu.

"apa kamu masih akan berdiri terus disana?" tanyanya sambil mengendus-ngendus sesuatu. "biji kopi mu terpanggang 10 derajat lebih tinggi dan 30 menit terlalu lama, jika tidak cepat diaduk akan gosong dan hancur" lanjutnya santai.

Dalam hitungan detik aku berlari ke belakang dapur, astaga memangnya siapa yang datang pagi-pagi mengganggu ku bekerja? aku menggerutu kesal. Biji kopi tidak matang merata, tapi ini sudah terlambat untuk memanggang biji kopi baru. Kurang dari satu jam kedai harus dibuka.

"apakah kau pemilik kedai ini?" katanya sambil mengitari mesin pemanggang.

"bukan saya hanya pegawai, pemilik kedai ini tinggal diluar kota". Ku putuskan untuk menggangkat biji kopi dan memindahkannya ke dalam wadah besar kedap udara. Tingkah ku seperti maling yang bingung mencari jalan keluar kampung. "haduh dimana aku meletakkan penggiling"

"tidak kah kamu tahu, proses pemanggangan sangat mempengaharui cita rasa kopi? Bagaimana bisa kamu menggangkatnya? biji-biji kopi itu belum terpanggang rata" ucapnya ketus mengambil beberapa biji kopi dari wadah. Pria itu menghirup aroma biji kopi beberapa kali, "selama proses pemanggangan biji kopi berubah bentuk secara fisik maupun kimiawi" lanjutnya.

Pria itu menyerahkan biji-biji kopi kepada ku, "bagaimana aromanya?". Aku tahu ini gosong dan tidak matang merata, sudah 3 tahun ku habiskan hidupkan bekerja disini tentu aku tahu apa yang terjadi. "gosong" jawab ku malas.

"sejak kapan aroma dapat diketahui dari indra penglihatan?"

"ngg... maksud ku biji kopi ini gosong bau terbakar... ngg sangat menyengat" jawab ku tak mau kalah.

Secangkir Kopi (2)

Hari ini kota tiba-tiba diselimuti kabut yang lumayan membuat jarak pandang kabur. Dingin menggigit kulit, saat ini pukul setengah enam, masih terlalu pagi untuk membuka kedai memang tapi hari Senin selalu banyak antrean panjang para pekerja yang walaupun terburu-buru, masih sempat menyisihkan menit mereka hanya untuk secangkir kopi hangat. Jadwal tidur ku harus digantikan dengan mengangkat berkarung-karung biji kopi dan memasukkannya kedalam mesin untuk di panggang.

Pekerjaan ini memang tidak menjanjikan banyak uang tapi aroma dari biji-biji kopi yang terpanggang dan terhampar ke seluruh ruangan merupakan bayaran lebih yang sangat ku nikmati. Indonesia memiliki banyak sekali jenis kopi dan masing-masing memiliki aroma yang khas.

Kopi Jawa atau Java coffee memiliki aroma khas rempah yang nikmat tak heran jika banyak penikmat kopi diseluruh dunia mencandu cita rasanya yang lembut. A Cup of Java adalah istilah yang dipakai orang barat untuk Indonesia ketika zaman kolonial Belanda berlangsung.

Dulu paman Han sering sekali mengirim berkarung-karung biji kopi jawa ke kedai. Paman Han merupakan salah satu penyedia biji kopi jawa terbaik. Perkebunan kopi yang terletak di Magelang ini memang sedang berkembang pesat ditengah maraknya ekspor biji-biji kopi jawa ke luar negeri.

Paman Han selalu bercerita tentang perkebunan kopi milikinya. Sesekali aku tertegun mendengar cerita laki-laki paruh baya itu. "kamu tahu bagaimana harumnya biji-biji kopi yang siap panen, Lea?" Ujarnya semangat. "rasanya seperti sedang berada di dalam mesin pemanggang" lanjutnya tertawa.

Paman pernah memberi sebuah foto perkebunan miliknya. ah menyenangkan sekali, aku bisa membayangkan betapa sejuknya udara di bawah kaki gunung yang bercampur aroma biji kopi jawa yang lembut.

Secangkir kopi (1)


Ku kira ini sudah satu jam yang lalu pria itu pergi meninggalkan kedai, tapi cangkir ini masih terasa hangat. Bahkan aroma kopi masih tersisa di udara. Aneh sekali.

Beberapa hari kemudian pria itu datang kembali, dengan pakaian yang sama, memesan kopi hitam panas. Tidak kah ini terlalu siang untuk menikmati secangkir kopi hitam? Ku pikir orang-orang meminum kopi hitam di pagi hari.

Dalam hitungan menit dia menyambar habis kopinya. Apakah dia haus? Pikir ku. Bagaimana bisa secangkir kopi hitam yang pahit diteguknya sekaligus? Lagipula bukan kah kopinya masih panas? Pria yang aneh.

Pria itu menghampiri ku, "maaf mbak, apakah ada kopi hitam yang lebih pahit dari yang sudah ku pesan sebelumnya?" katanya sambil menyodorkan cangkir kopi. Kening ku mengernyit, orang ini sakit? bahkan ampas kopi ditelan juga gumam ku dalam hati.

"maksudnya lebih pahit?" aku masih bingung dengan pesanan pria itu. Bukan kah kopi hitam itu kopi yang paling pahit? Lagipula aku tidak menambahkan sebutir gula pun di cangkirnya tadi.

"lebih banyak bubuk kopi" sahutnya datar meletakkan cangkir itu dan kembali ke mejanya. Kini aku tambah dibuat bingung, sudah 3 tahun bekerja di kedai ini dan pertama kalinya mendapat pesanan aneh dari orang yang aneh pula. "ah sudahlah kita turuti saja kemauan tuan itu" gumam ku seraya membubuhkan satu dua sendok teh kopi ke dalam cangkir. Tak lama aku diam, berapa banyak bubuk kopi yang ditambahkan? Alih-alih sesuaikan keinginannya malah nanti ia tersedak karena terlalu pahit, bisa-bisa aku yang kena getah.

"harus kah selama itu untuk membuat secangkir kopi?" suara ketus pria itu membuyarkan lamunan ku. "baik lah tuan semoga kau tersedak!" ucap ku dalam hati kesal.

aku mengantarkan pesanannya sambil sesekali melihat ke dalam cangkir. Dalam pikiran ku ini lumpur bukan kopi tapi peduli setan, pelanggan adalah raja.

Selasa, 18 Juni 2013

The Story of Us


I used to think one day we'd tell the story of us, how we met and the sparks flew instantly. People would say they're the lucky ones. I used to know my place was a spot was next to you, now I'm searching the room for an empty seat 'Cause lately I don't even know what page you're on.


Oh, a simple complication, miscommunications lead to fallout. So many things that I wish you knew. So many walls up, I can't break through. Now I'm standing alone in a crowded room and we're not speaking and I'm dying to know, is it killing you like it's killing me? I don't know what to say since a twist of fate when it all broke down and the story of us looks a lot like a tragedy now

Next chapter

How'd we end up this way? See me nervously pulling at my clothes and trying to look busy, and you're doing your best to avoid me. How I was losing my mind when I saw you here but you held your pride like you should have held me.

I'm scared to see the ending, why are we pretending this is nothing? I'd tell you I miss you, but I don't know how. I've never heard silence quite this loud.

This is looking like a contest of who can act like they care less but I liked it better when you were on my side. The battle's in your hands now but I would lay my armor down, If you'd say you'd rather love then fight.

So many things that you wish I knew but the story of us might be ending soon.

The end

Jumat, 07 Juni 2013

Dialog (final)

Seringkali, rindu tersembunyi dalam "apa kabar". Seringkali, kasih sayang tersembunyi dalam "jangan lupa makan ya" - Fiersa Besari

Setiap kata yang terucap adalah hasil dari hati dan pikiran. Hati melontarkan rasa dan pikiran yang menyaringnya; bagaimana rasa itu disampaikan dengan kata-kata. Ada yang memilih meluapkan segalanya tanpa peduli apa yang diucapkan, ada juga yang memilih menyaringnya dengan hati-hati. Tak apa, dua-duanya boleh benar boleh salah.

Ada yang bilang ingin menjaga perasaan orang yang mendengar perkataanya. Ada juga yang bilang tidak tahu harus berkata apa. Tak sedikit juga ada yang bilang buat apa ditahan-tahan. Tak apa, semuanya boleh benar boleh salah.

"Komunikasikan biar kita paham. Jangan ngode jangan berharap kita peka. Kita bukan pesulap yang bisa baca pikiran kalian" - Kris

Untuk orang yang memilih untuk menjaga perasaan orang lain, mungkin ia akan mengatakan dengan cara yang berbeda tapi dengan diksi yang sama. Walau tak semua ia lontar. Ada beberapa bagian yang ia sisakan diujung hatinya. Menyimpannya terus. Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Tak apa, ia pun berhak melakukannya.

Untuk orang yang tak tahu harus berkata apa, mungkin ia terlalu takut untuk menerima hasil dari ucapannya. Atau merasa bahwa diam merupakan jalan tengah yang terbaik. Diam belum tentu tak peduli, bukan? Tak apa, ia pun berhak melakukannya.

Untuk orang yang memilih meluapkan segalanya, mungkin ia tidak ingin menyimpan sisa-sisa kebencian, kejelekan atau amarah. Lebih baik terus terang, daripada terjangkit penyakit hati. Mungkin setelah itu perasaannya jadi lega dan kembali normal seperti biasa. Tak apa, ia pun berhak melakukannya.

Jelas jika situasi, kondisi dan lawan bicara menjadi salah satu faktor akan memilih yang mana (sifat lahiriah bisa juga menentukan). Sesungguhnya kata-kata dapat dimainkan namun sikap dan tatapan mata tidak bisa kau apa-apa kan. Dalam setiap kata memiliki makna, dalam setiap kalimat memiliki cerita.

Apapun yang kamu pilih, pilih lah dengan kepala dingin dan hati yang bijak. Kata-kata tak bisa ditarik kembali. Perasaan tidak bisa di-undo.

Rabu, 05 Juni 2013

Dialog (4)

"Kamu baik-baik saja?"
"Iya, tidak apa-apa"

Dia pun pergi setelah memastikan semua baik-baik saja, walau seseorang yang ditinggalkannya masih tersedu-sedu dalam diam.

***

"Kamu baik-baik saja?"
"Iya, tidak apa-apa"

Tidak, aku tidak baik-baik saja. Aku bingung, gelisah, aku... butuh seseorang. Tapi sayangnya aku terlalu takut untuk memulai cerita bahkan kehilangan kata-kata untuk menceritakannya. Beritahu aku, apa yang harus ku lakukan?

***


"Kamu baik-baik saja?"
"Iya, tidak apa-apa"

Apa dia benar-benar baik-baik saja? Wajah mu muram, tapi... ya kamu sudah bilang tak apa-apa. Mungkin hanya waktu sejenak untuk sendirian

Selasa, 21 Mei 2013

Dialog (3)

"Hei itu salah! Bukan kah seharusnya begini?"
"Oh ya? Ya sudah"

Dan perdebatan itu berakhir. Dia pun memutuskan untuk pergi. Melempar senyum, berpamitan kemudian bergegas pergi.

***

"Hei itu salah! Bukan kah seharusnya begini?"
"Oh ya? Ya sudah"

Hei, kamu pikir kamu siapa? Merasa yang paling benar saja! Ah sudah lah, daripada semakin berlarut-larut lebih baik mengalah. Tidak akan ada habisnya.

***

"Hei itu salah! Bukan kah seharusnya begini?"
"Oh ya? Ya sudah"

Nah, benar kan apa yang aku bilang. Seharusnya kamu mendengarkan ku sejak awal.

***

"Hei itu salah! Bukan kah seharusnya begini?"
"Oh ya? Ya sudah"

Dialog (2)

"Oh maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar menyesal"
"Iya, tidak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati ya"

Dan dia pun tersenyum lega, rasa takutnya hilang sudah. Selama beberapa menit kedepan dia pun akan bersikap manis sebagai bentuk penyesalan, walau seseorang disebelahnya masih tersenyum kecut.

***

 "Oh maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar menyesal"
"Iya, tidak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati ya"

Maaf katamu?! Kamu pikir kata maaf mu cukup. Ah! Mau minta ganti rugi pun sungkan, teman sendiri, tapi? argh!

***

"Oh maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar menyesal"
"Iya, tidak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati ya"

Syukurlah kamu tidak marah. Aku pikir kau akan mengumpat dengan sejuta kata tercela.

***

"Oh maafkan aku, sungguh. Aku benar-benar menyesal"
"Iya, tidak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati ya"

Dialog

"Hai, apa kabar?"
"Baik"

Dan percakapan singkat 60 detik itu berakhir. Tanpa menyisakan hal apapun untuk dikenang kelak. Jadi, kamu maupun aku hanya diam dan berlalu.

***

"Hai, apa kabar?"
"Baik"

Kau tahu bagaimana kelunya lidah ku? Ah seandainya aku bukan orang yang mudah kikuk. Kau tahu betapa aku menginginkan sebuah percakapan panjang, yang siapa tahu akan berlanjut ke percakapan panjang lainnya.

***

"Hai, apa kabar?"
"Baik"

Hanya itu? Tidak ada lagi? Ya sudah lah, setidaknya aku sudah menyapanya. Mungkin dia tidak begitu menyukai ku.

***
"Hai, apa kabar?"
"Baik"

Celoteh BBM

Riuh yel-yel mahasiswa menggelora, kebulan asap hitam menggelegar. Bersatu dalam satu misi yang sama, membuat pagar betis pertahanan. Solidaritas katanya. Pecahan kaca, kemacetan, fasilitas publik merupakan saksi bisu aksi yang katanya untuk rakyat.

Bahan Bakar Minyak atau yang kerap kita sebut BBM merupakan salah satu hal sensitif ditelinga masyarakat banyak selain masalah pangan. Memang bukan permasalah baru tapi juga berarti isu BBM tak habis untuk diperbincangkan. Di era serba modern ini, semua menggunakan BBM. Mulai dari listrik untuk memenuhi kebutuhan gadget-gadget mahal mu, proses produksi barang dan jasa yang kamu nikmati sampai makanan-makanan lezat yang tersaji di meja makan mu.

Hemat energi katanya, tapi ke warung depan gang saja pakai motor. Capek, panas, malas jalan kaki katanya. Hemat energi katanya, tapi barang-barang elektronik di rumah menyala 24 jam. Yang penting bayar listrik katanya. Tapi kalau PLN mau menaikan harga listrik, langsung naik darah.

Subsidi BBM tidak kena sasaran katanya, tapi kok kamu masih pakai premium bersubsidi? Subsidi BBM 60% dinikmati kaum mampu katanya, ayo coba dicek tangki kendaraannya, gitu bilang membela rakyat kecil. Subsidi BBM memakan banyak anggaran katanya, pantas Indonesia jalan ditepat. Subsidi BBM dikurangi agar dananya dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur katanya, alhamdulillah.

Pom-pom bensin akan menetapkan harga ganda, Rp6500-7000 untuk kalangan berada dan Rp4500 untuk kalangan tak mampu. Kalau gitu ayo ramai-ramai pakai mobil dan motor butut biar bisa dapat harga murah, pulang ke rumah tinggal dipindahkan saja. Beres.

Berada harga premiun di Jawa? 4500 rupiah. Bagaimana dengan Papua? 10.000 rupiah, wah! Eh, tunggu dulu. Saya kok tidak pernah ya mendengar masyarakat di Papua ricuh, merusak sana-sini, yang saya tahu disana saling tembak karena pertambangan dan wilayah.

Kalimantan saja yang mendapati gelar 'Raja Minyak' tidak pusing dengan harga premium yang lebih mahal. Kenapa orang-orang di Jawa huru-hara sekali?

Ah! Ah! Siapa itu yang beraksi membela rakyat (katanya)? hmm kamu tahu kenapa ada imbuhan "maha" dalam gelar tak tertulis mu itu? Coba diingat-ingat lagi.

Ya semoga dengan bergantinya Presiden, kebijkan tidak tiba-tiba diganti juga. Huft! Yang tua yang bergalau. Semoga cepat sembuh negeri ku. aamiin.

Memaafkan, Melupakan atau Menerima?


Sering sekali bukan hati kita tersakiti? Oleh siapa saja dengan cara yang beragam. Bahkan orang yang tidak kita kenal sekali pun dapat menyakiti kita, entah seseorang di kendaraan umum bahkan di trotoar jalan sekali pun. Pastinya rasa jengkel, marah, ingin memukul langsung itu ada bahkan dirundung kekecewaan atau kesedihan juga ada.

Lebih-lebih kalau orang terdekat kita yang melakukannya, sakitnya pasti berlipat-lipat! Lantas apa yang kamu lakukan? Memaafkan? Coba tanya hati mu lagi, yakin sudah siap untuk memaafkan?

Memang ada banyak cara untuk memaafkan, dan kadarnya pun berbeda-beda. Bisa dilihat dari seberapa lapang orang itu bisa memaafkan dan seberapa besar rasa sakit yang harus ia terima. Diajaran agama mana pun mengajarkan untuk ikhlas memaafkan, bukan? Lalu ikhlas yang seperti apa?

Bagaimana jika sudah memaafkan tapi masih ada bola api yang berputar di perutmu? Aduhai masalah hati memang selalu rumit.

Coba diingat-ingat lagi bagaian mana yang terlewat. Ditelusuri lagi, ikuti potongan demi potongannya. Mungkin "ikhlas" mu masih terjebak dalam labirin perasaan mu, atau memang kau sengaja mengurungnya?

Buat apa hanya meredam gemuruh, kalau kamu tahu ia tak akan pernah berhenti. Tidak sepadan dengan penyakit hati yang kamu derita. Setahu urusan maaf-memaafkan tidaklah sesulit mengerjakan soal ekonometrika.

"hey, kamu tahu apa ha?" mungkin itu yang akan kamu ucapkan, iya tak mengapa silahkan kamu bebas berpendapat. Jadi, coba dipikirkan lagi apakah benar memaafkan itu sulit? Atau bagian melupakannya yang sulit? Melupakan kejadian yang membuat darah mu naik ke ubun-ubun, melupakan sang tokoh utama dalam cerita mu, ya melupakan.

Atau jangan-jangan tidak keduanya? Lantas apa yang membuat hal ini rumit? Ah.... mungkinkah bagian menerimanya? Menerima hati mu disakiti oleh orang-orang dalam hidup mu, menerima kekecewaan atas perlakuan tidak mengenakan terhadapmu, ya menerima.

Lalu, kira-kira kamu sedang di bagian mana?

Rabu, 15 Mei 2013

diam bukan berarti tak peduli. diam juga bisa diartikan tidak ingin memperburuk suasana. kata-kata ini akan terkubur untuk sementara waktu. jika memang sudah waktunya, aku pasti akan bicara juga.

Rabu, 08 Mei 2013

Selalu ada bekas luka yang tertinggal. Selalu ada sisa jejak-jejak air mata di pipi walau sudah beribu kali kau basuh dengan air. Selalu ada rasa yang singgah. Selalu ada, dan kau tak pernah memperdulikannya, Ayah.

Selasa, 30 April 2013

Mereka bilang...

Lagi-lagi mereka menatap ku dengan pandangan itu -yang aku bahkan tak tahu apa artinya dan mengapa mereka memandangi ku seperti itu. Kita memang tak akrab hanya saling bertegur sapa atau melempar senyum, tapi setidaknya kita tahu masing-masing. Kamu tahu siapa aku dan aku tahu siapa kamu, walau pada kenyataan kita tidak benar-benar tahu satu sama lain.

Hanya permukaannya saja, tapi itu tak membuat ku langsung menghakimi mu. Lantas mengapa kamu melakukan hal yang sebaliknya? Mengobrol pun hanya satu-dua kali, tapi kenapa seakan-akan kamu mengetahui seluk beluknya aku? Siapa kamu?

Tak pernah sekali pun kamu bertanya entah bagaimana kamu bisa mengetahuinya -baik hal yang salah maupun benar. Ah iya aku lupa, bukan kah manusia gemar bergosip. Ah maaf kesalahan ku, harusnya aku bilang "saling bertukar cerita" ya?

Kejam sekali mereka yang tidak tahu-menahu tiba-tiba seakan menjadi kawan yang sudah lama. Membuat opini publik hanya berdasarkan subjektifitas belaka. Apa kamu pernah berpikir bagaimana perasaan ku? Orang-orang yang dikoyak publik hanya karena mereka tidak seragam menjadi badut-badut layaknya kalian.

Apa kalian masih menyebut dirimu sebagai manusia? Setahu ku manusia merupakan ciptaan tuhan yang baik, karena mereka dibekali akal dan nurani.

Sudah cukup! Harus berapa banyak orang yang terluka hanya karena "mereka bilang dia blablabla"? Kesenangan mu akan itu hanya membuat mu terlihat setengah manusia setengah binatang.

Tak slamanya yang kamu dengar itu benar dan tak slamanya yang kamu lihat itu nyata.

Dalam diam (final)

Banyak orang yang diam-diam menyimpan perasaannya. Entah itu cinta, benci, marah, malu atau sakit sekalipun. Ada ribuan alasan yang tak terucap dibelakangnya -entah itu logis atau tidak, tak mengapa semua mempunyai hak yang sama, bukan?

Lantas bagaimana dengan kamu? Bukan kah ada satu dari banyak perasaan yang kau pendam? Sampai kapan kamu akan mengunci mulut mu rapat-rapat? Mengapa kamu membiarkannya jatuh kedalam palung mu yang terdalam?

Iya, aku tahu tak sepantasnya aku mengusik mu dengan pertanyaan menyelidik. Tapi dapat kah aku memberi tahu sesuatu? Hei, ini sangat rahasia kawan jangan sampai yang lain dengar.

Beberapa minggu ini aku gemar membaca buku filsafat (ya aku memang tidak begitu menyukainya bahkan menganggap itu hal yang bodoh) dan aku menemukan sebuah pemikiran yang menarik, mungkin ini dapat membantu mu -dan aku tentunya.

Ada seorang filsuf (maaf namanya begitu rumit aku bahkan tak sanggup mengingatnya dengan baik) mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang benar-benar "benar", selalu ada perubahan dari "benar" karena semuanya mengalir dan berubah. Yap! Seketika aku setuju dengannya, aku pun mempunyai gagasan "bukan kah semuanya itu relatif? Tergantung asumsi apa yang dipakai dan sudut pandang mana yang dilihat". Sama seperti alasan-alasan untuk memilih meredam segala perasaan yang kita miliki.

Bagi mu mungkin itu hal yang paling logis karena kamu menganggapnya "benar", tapi bagaimana dengan si tokoh utama yang ada dalam cerita mu? Bukan kah dia juga memiliki "kebenaran" juga untuk mengetahuinya?

Bagaimana keputusan itu diambil aku tak ingin tahu-menahu. Itu urusan mu. Entah hati dan pikiran mu berperang seperti apa, jelas bukan urusan ku. Tapi satu yang jelas menjadi urusan ku, pertama, kamu harus mendengarkan filsuf itu. Pada kenyataannya tidak ada yang memiliki kebenaran yang kekal. Kedua, aku benci kata "lebih baik dia tidak tahu". Egois! Siapa kamu memutuskan sepihak begitu? Kan belum pasti semua akan terjadi sesuai seperti yang kau ramalkan. Kamu tidak mempunyai ilmu sihir, kan?

Urusan mu, bagaimana membuatnya perasaan-perasaan itu tersampaikan. Percaya lah, membuat ganjalan di hati tidak pernah enak. Apapun itu.

Senin, 29 April 2013

Dalam diam (3)

Dalam diam aku terpacu, setiap detik terasa sangat berharga.
Dalam diam aku berubah menjadi besi, yang melesat tertarik daya magnet. Entah sejak kapan daging dan tulang mu berevolusi menjadi magnet yang sekuat ini.
Dalam diam semua partikel ku bergejolak ketika bola mata kita manatap lekat.
Dalam diam degupan ini berdetak lebih dashyat hanya dengan satu simpul senyuman.
Dalam diam jari ini berkeringat, tangan ku basah seperti orang yang menderita paru-paru basah. Entah sejak kapan.
Dalam diam bunga-bunga terus bermekaran, walau sudah ku pangkas sampai akar.
Dalam diam semuanya harus dikubur dalam-dalam.
Diam-diam perasaan itu tumbuh menjadi harap yang tak terucapkan.

Rabu, 24 April 2013

Dalam diam (2)

Dalam diam aku menapaki bekas jejak mu, berharap energi yang tertinggal dapat ku serap.
Dalam diam aku melamat seluruh gerak-gerik mu, mencari-cari keberadaan hitam mu.
Dalam diam aku menguliti mu, dengan keyakinan dapat mengendus bau mu.
Dalam diam aku, dengan bangga menyebarmu dalam butiran debu.
Sekali lagi, dalam diam tanpa kau tak pernah bisa mengetahuinya.


Dalam diam

Dalam diam aku memaki mu
Dalam diam aku membunuh mu 3 kali dengan pikiran ku.
Dalam diam aku mengutuk mu dengan ratusan sumpah serapah.
Dalam diam, aku membuat garis merah. Garis yang tidak bisa, kau maupun aku, lewati.
Dalam diam aku tidak menyukai segala hal tentang kamu, yang bahkan kau tidak akan menyadarinya.
Dalam diam hanya dalam diam.

Jumat, 19 April 2013

Bukankah

Bukankah, banyak yang berharap jawaban dari seseorang?
Yang sayangnya, yang diharapkan bahkan tidak mengerti apa pertanyaannya
"jadi, jawaban apa yang harus diberikan?"

Bukankah, banyak yang menanti penjelasan dari seseorang?
Yang sayangnya, yang dinanti bahkan tidak tahu harus menjelaskan apa
"aduh, penjelasan apa yang harus disampaikan?"

Bukankah, banyak yang menunggu, menunggu, dan terus menunggu seseorang
Yang sayangnya, hei, yang ditunggu bahkan sama sekali merasa tidak punya janji
"kau menungguku? sejak kapan?"

Bukankah, banyak yang menambatkan harapan
Yang sayangnya, seseorang itu bahkan belum membangun dermaga
"akan kau tambatkan di mana?"

Bukankah, banyak yang menatap dari kejauhan yang sayangnya, yang ditatap sibuk memperhatikan hal lain
Bukankah, banyak yang menulis puisi, sajak-sajak, surat-surat, tulisan-tulisan
Yang sayangnya, seseorang dalam tulisan itu bahkan tidak tahu dia sedang jadi tokoh utama pun bagaimanalah akan membacanya

Aduhai, urusan perasaan, sejak dulu hingga kelak sungguh selalu menjadi bunga kehidupan. Ada yang mekar indah senantiasa terjaga. Ada yang layu sebelum waktunya
Maka semoga, bagian kita, tidak hanya mekar terjaga. Tapi juga berakhir bahagia.

Kamis, 18 April 2013

Paradigma

Bagaimana bisa suatu golongan atau masyarakat dapat terikat begitu kuat dengan paradigma yang kebenarannya pun tak ada satu pun tahu? Bagaimana bisa seseorang yang tidak menjalani kontrak tak tertulis itu dijadikan sebuah momok?
Tidak kah kejam mengekang orang-orang dalam hal yang masih samar? Bukan kah kita diberikan kebebasan untuk mengeksplor (dalam konteks yang baik tentunya) segala hal? Lalu mengapa paradigma menjadi tali yang mengunci kita?
Terkadang saya menertawakan mereka yang berkoar-koar mengatasnamakannya. Maaf jika anda salah satu dari mereka dan tulisan ini menyinggung anda. Saya bebas berpendapat bukan?
Iya saya tahu percis jika paradigma suatu golongan erat dengan budaya mereka, tapi bukan kah budaya merupakan bentukan dari kebiasaan yang terus-menerus berlanjut? Bagaimana jika budaya tersebut lahir dari ketidaklaziman yang dimaklumi sehingga menjadi paradigma baru?
Pernah kah terlintas seperti itu? Kompleks memang tapi jika diuraikan satu-persatu akan terlihat jelas permasalahannya, karena pada dasarnya semua ini terbentuk atas pemikiran orang-orang yang seragam dan keseragam itulah bermula dari budaya tadi.

Minggu, 14 April 2013

Angin, Hujan dan Sakit Hati


Kenapa ada angin?
Agar orang-orang tahu kalau ada udara di sekitarnya.
Tiap detik kita menghirup udara, kadang lupa sedang bernafas.
Tiap detik kita berada dalam udara, lebih sering tidak menyadarinya
Angin memberi kabar bagi para pemikir
Wahai, sungguh ada sesuatu di sekitar kita
Meski tidak terlihat, tidak bisa dipegang
Kenapa ada hujan?
Agar orang-orang paham kalau ada langit di atas sana
Tiap detik kita melintas di bawahnya, lebih sering mengeluh
Tiap detik kita bernaung di bawahnya, lebih sering mengabaikan
Hujan memberi kabar bagi para pujangga
Aduhai, sungguh ada yang menaungi di atas
Meski tidak tahu batasnya, tidak ada wujudnya
Begitulah kehidupan.
Ada banyak pertanda bagi orang yang mau memikirkannya
Kenapa kita sakit hati?
Agar orang-orang paham dia adalah manusia
Tiap saat kita melalui hidup, lebih sering tidak peduli
Tiap saat kita menjalani hidup, mungkin tidak merasa sedang hidup
Sakit hati memberi kabar bagi manusia bahwa kita adalah manusia
Sungguh, tidak ada hewan, binatang yang bisa sakit hati
Apalagi batu, kayu, tanah, tiada pernah sakit hati
Maka berdirilah sejenak, rasakan angin menerpa wajah
Lantas tersenyum, ada udara di sekitar kita
Maka mendongaklah menatap ke atas, tatap bulan gemintang atau langit biru bersaput awan

Lantas mengangguk takjim, ada langit di sana
Maka berhentilah sejenak saat sakit hati itu tiba, rasakan segenap sensasinya
Lantas tertawa kecil atau terkekeh juga boleh, kita adalah manusia

- tere liye

Jumat, 12 April 2013

Sebuah cerita dari Senja


Lewat tengah malam dan masih tetap segar. Kantuk belum juga merajut walau tubuh sedang dalam kondisi yang kurang fit. Entah ini untuk keberapa kalinya saya masih terjaga. Malam sudah menjadi sahabat dan pagi terasa seperti waktu yang paling menyebalkan.

Kali ini saya ingin bercerita tentang sesuatu yang bisa disebut dengan sebuah ketulusan. Tenang saya tidak akan menceritakan cerita cinta cengeng kepada anda, ini hanya kisah yang terus menggantung dalam langit-langit pikiran saya.

Sebut saja senja, wanita berumur 19 tahun yang masih berkutat dengan seluruh jiwanya. Dia mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Terus-menerus Senja membuat hipotesa, melakukan penyangkalan atas segala hal yang telah terjadi diluar kendalinya. Entah sejak kapan batinnya berkecambuk, yang jelas dia tersayat.

Bagaimana bisa dia memenangkan peperangan melawan hatinya jika logikanya selalu menentang perdamaian?

"Kenapa kamu selalu seperti ini? Bahkan untuk mengurusi dirimu sendiri kamu tidak sanggup." Ujar Kejora, siap mengadili.

"Percuma walau seribu kali aku bilang. Bukan kah kamu tidak akan mengerti? Sampai kapan pun kamu tidak akan pernah mengerti karena kamu tidak merasakannya langsung, kejora" Jawab Senja menahan amarah, "Lantas aku harus bagaimana lagi? Meninggalkannya? Ah gila, Tidak akan mungkin!" Sambungnya kesal

"Kenapa Senja? Kenapa?! Tak bisa kah kau melihat? Segala hal telah kau lepas hanya untuknya. Bodoh sekali! Lalu apa yang kau dapatkan darinya?"

Senja diam. Menutup mata, membuka lembar demi lembar kenangan. Mencari-cari jawaban atas segala pertanyaan kejora. Semakin dalam dia berpikir semakin tak ada jawaban. Semuanya abu-abu. Matanya mulai berair, tubuhnya bergetar. Dia hanya bisa menangis dalam bisu.

"Sampai kapan senja? Kau sudah dewasa bukan? Pilih lah dengan bijak. Jangan menjadi lilin yang membakar dirinya sendiri hanya untuk menerangi orang lain"

"Kau tidak akan pernah mengerti" tangisnya pun pecah.

"Ya memang aku tak akan mengerti atas segala pemikiran bodoh mu"

***

Sendiri lah dia merenungkan amarah Kejora. Logikanya berkata, "kejora benar seharusnya aku tidak berlebihan", tapi disatu sisi hatinya menolak secara keras "Mengapa harus memikirkan Kejora? Toh kamu kan yang menjalani semuanya, bukan kah semuanya baik-baik saja"

Satu persatu Senja memulai untuk mengkalkulasikan segala aspek. Dia mencoba membuang hati dan logikanya jauh-jauh. Berisik sekali harus mendengar pertikaian mereka berdua.

Setelah sekian lama akhirnya segala pertanyaan itu menemukan jawabannya jua. Kembali lah sang hati dan logika itu dipertemukan. Menjadi mediator untuk mereka sangat lah sulit. Kalah menyulitkan daripada menjadi mediator persoalan Dewi Persik dan Julia Perez beberapa waktu lalu.

"Aku tahu kenapa kalian tak pernah bersatu" Ujarnya pada hati dan logika. "Kalian tak pernah saling memahami bukan?"

"Bukan kah segala yang ada di dunia ini relatif? Tergantung dari sisi mana kita melihat dan asumsi apa yang kita pakai" Senja memantapkan dirinya.

"Kalian berdua benar kok enggak ada yang benar-benar salah. Hanya saja asumsi dan sudut pandang kalian lah yang berbeda. Tapi itu bukan hal yang harus dijadikan perdebatan bukan?"

"Memang secara logika seharusnya aku tidak 'segitunya' dengannya. Tapi disatu sisi aku tahu dia lebih membutuhkan ku dibandingkan mereka"

"Tempat itu selalu memberi ku teduh walau dikala hujan sekali pun. Kita sama-sama merasakan itu kan?"

Senja terdiam. Ada genangan air di pelupuk matanya. Nafasnya cepat. Tubuhnya bergetar tak beraturan.

"Mengapa aku harus meminta imbalan jika aku tak benar-benar bisa memberikan sesuatu? Dia, disana mengajarkan ku sejuta ajaranan yang bahkan entah darimana lagi aku bisa mendapat itu selain disana. Kamu merasakan itu juga kan?"

"Persetan dengan orang-orang itu! Mereka tidak mengerti apapun. Ya benar adanya kalau orang yang sedikit tahu justru akan lebih berbahaya daripada orang yang tidak tahu sama sekali. Mereka lantas akan sok tahu. Berkoar-koar seperti filsuf yang mempertanyakan eksistensi Tuhan"

"Aku hanya menyayangi tempat itu, apakah salah? Bukan kah itu kebebasan segala umat?"

Senja diam. Berusaha mengatur luapan emosinya, mendinginkan setiap pori-pori yang beruap.

"Ia sudah memberi ku begitu banyak. Apa salah jika aku ingin membalas segala jasanya? Apa harus ku hitung segala pengorbanan dan waktu ku yang habis olehnya? Bahkan Ibu dan Bapak tidak pernah menghitung berapa peluh keringat yang sudah mereka keluarkan untuk membesarkan ku"

"Sejak aku menginjakkan kaki ku disana, aku tahu suatu hari nanti aku terikat. Kalau pun aku tak ingin sudah sejak lama bukan aku bisa menarik kaki ku kembali? Aku menerima segala resikonya"

Kini Senja terjatuh, memeluk kakinya merapatkan jari jemari kuat.

"Aku tidak akan berani meminta apapun, karena dia sudah memberiku lebih dari cukup lebih dari yang ku bayangkan. Aku akan terus berada disana, merawatnya, menghidupkannya"

untitled


Di dunia ini, banyak orang mencintai seseorang yang bahkan bicara dengannya langsung lebih dari 5 menit saja pun belum pernah.

Itulah kenapa urusan perasaan itu disebut 'gila'.

Mungkin itu termasuk kalian, bukan? Diam-diam memendam perasaan. Tapi tidak mengapa. Bersabarlah. Menunggu. Besok lusa, jika tiba waktunya, benar caranya, dan berjodoh, kalian bisa menghabiskan 50 tahun bersamanya.

-tere liye

Selasa, 09 April 2013

The Song

Never put my love out on the line, never said yes to the right guy and never had trouble getting what I want. But when it comes to you, I’m never good enough.
When I don’t care, I can play ‘em like a Ken doll. Won’t wash my hair then make 'em bounce like a basketball, but you make me wanna act like a girl. Wear some blink and perfume. Yes, you make me so nervous that I just can’t hold your hand. You make me glow, but I cover up won’t let it show.
Never break a sweat for the other guys but when you come around, I get paralyzed and every time I try to be myself it comes out wrong like a cry for help. It's just not fair pain's more trouble than love is worth, I gasp for air it feels so good, but you know it hurt.
Turn the lock and put my headphones on, he always said he didn't get this song but I do, I do. We tell stories and you don't know why I'm coming off a little shy but I do. And you throw your head back laughing like a little kid. I think it's strange that you think I'm funny 'cause he never did. I've been spending the last eight months thinking all love ever does is break and burn and end. But on a Wednesday in a cafe I watched it begin again.
Though I tried before to tell him, all the feelings I have for him in my heart everytime that I come near him I just loose my nerve as I've done from the start. Do I have to tell a story of thousand rainy days since we first met?
It's a big enough umbrella but it's always me who ends up getting wet. I resolve to call him up a thousand times a day but my silent fears have gripped me. Long before I reached the phone. Long before my tongue has stripped me. Must I always be alone.
There I was again tonight, forcing laughter, faking smiles. Same old, tired place lonely place walls of insincerity, shifting eyes and vacancy vanished when I saw your face, all I can say is it was enchanting to meet you.
Your eyes whispered, "Have we met?" across the room, your silhouette starts to make its way to me. The playful conversation starts, counter all your quick remarks like passing notes in secrecy. And I was enchanted to meet you.
The lingering question kept me up, 2 a.m., who do you love? I wonder 'til I'm wide awake now I'm pacing back and forth, wishing you were at my door. I'd open up and you would say "it was enchanting to meet you madam".
This is me praying that; This was the very first page, not where the storyline ends. My thoughts will echo your name until I see you again, these are the words I held back as I was leaving too soon, yes I was enchanted to meet you. Please don't be in love with someone else. Please don't have somebody waiting on you.
I know looks can be deceiving but I know I saw a light in you and as we walked we were talking, I didn't say half the things I wanted to. For if I ever saw you, I didn't catch your name but it never really mattered because I will always feel the same.
And when at last I find you, your song will fill the air sing it loud so I can hear you. Make it easy to be near you for the things you do endear you to me. Oh, you know I will, I will. Close your eyes give me your hand, darlin', Do you feel my heart beating do you understand? Do you feel the same? Am I only dreaming or is this burning an eternal flame.
Loving him is like driving a new Maserati down a dead-end street faster than the wind, passionate as sin ending so suddenly. Loving him is like trying to change your mind once you're already flying through the free fall, like the colors in autumn, so bright just before they lose it all.
Losing him was blue like I'd never known and missing him was dark grey all alone. Forgetting him was like trying to know somebody you never met but loving him was red. Touching him was like realizing all you ever wanted was right there in front of you. Memorizing him was as easy as knowing all the words to your old favorite song. Fighting with him was like trying to solve a crossword and realizing there's no right answer. Regretting him was like wishing you never found out that love could be that strong.

Sabtu, 06 April 2013

Untuk kamu sgala pemuja rasa


Entah harus bagaimana aku semestinya mengalirkan derasnya rasa ini, yang aku tahu hanyalah meredamnya menjadi buih. Iya, aku mengerti walau berbuih pun ia masih bisa mengeroyok. Tak apa, setidaknya ia tak begitu menghujam.

Seandainya aku bisa menggantikan segala rasa yang sedang mengadili hati mu, aku bersedia. Jejak air mata itu masih dapat ku lihat dengan mata telanjang, walau berulang kali ku basuh dengan air. Entah apa yang merasuki mu, tolonglah untuk segera kembali waras. Bagaimana sanggup aku melihat kau mengoyak-ngoyak diri mu secara pilu?

Bahkan aku tak melihat danau teduh itu lagi di mata mu. Mata yang sanggup menelan siapa saja. Begitu tenang. Kamu kenapa? Tanya ku pada sukma mu. Sepertinya hati dan logika mu sedang perang dingin. Kalah mengerikan dengan kapal selam uni soviet yang memasuki perairan amerika pada musim dingin.

Kamu kemana? Tanya ku pada sosok yang tak ku kenal setahun belakangan ini. Tolong berhenti lah meradang pada nasib yang tak kunjung berubah. Aku tahu kamu lebih berharga, jangan kalah dengan ini. Persetan dengan segala perasaan yang berkecamuk, tolong lenyap lah.

Pertarungan paling hebat memang pertarungan melawan diri sendiri. Titik dimana hati dapat terkoneksi dengan pikiran, dan segala ego teredam. Ah kamu pasti sudah tak asing dengan kata manajemen hati bukan? Sudah dua tahun lebih kita diajarkan itu oleh perahu merah putih ini. Ya aku tahu, ini sedikit berbeda tapi tetap pada definisi yang sama kan?

Untuk kamu sgala pemuja rasa, semoga kamu dapat mengalahkan segala emosi yang tumpah ruah. Aku selalu disini, menanti sembuhnya kamu, mendamba senyum ikhlas dari bibir kecil mu. Maafkan aku yang telah dengan sengaja membuat alirannya semakin deras, andai aku tahu mungkin aku tak akan melesat mulutnya bagai ketapel.

Untuk kamu sgala pemuja rasa, semoga kamu dan dirimu baik-baik saja.

Jumat, 05 April 2013

Apakah post ini benar-benar membutuhkan sebuah judul?


Ketika sesuatu yang sebenarnya tidak wajar tetapi dimaklumi secara terus-menerus lama-kelamaan akan menjadi sebuah budaya. Ya budaya yang salah karena berdasarkan ketidakwajaran yang dimaklumi.

Mungkin terdengar berlebihan memang tapi itu lah yang saya rasakan. Entah ini hanya pemikiran lugu saya atau memang inilah fenomena yang terjadi ditengah-tengah kita.

Banyak ketidaklaziman yang kata orang-orang "tak apa-apa kan sudah zamannya". Zaman nya siapa? Oh mungkin kah zaman jahiliyah? Ah berapa memangnya umur saya? Seperti orang tua saja bicaranya.


Selasa, 02 April 2013

segenggam

maaf tapi saya memang tak dapat menjanjikan apapun. bukannya pengecut atau tak bisa berkorban. bukan juga ingin memberikan pembelaan diri atas ketidakmampuan diri sendiri, tapi saya hanya manusia. maaf, karena bagi saya janji adalah sesuatu yang sangat sakral dan suci. pernah mendengar "kalau janji tidak ditepati kau terhalang menuju akherat". sungguh menyeramkan bukan? entah subjektif ku atau seperti apa, tapi entah mengapa banyak orang yang dengan mudah melafalkan "sungguh, aku berjanji" dan sebagainya.
dan untuk orang yang telah dijanjikan, bagaimana kabarmu? pasti menyebalkan, ah salah tapi sangat menyebalkan jika seseorang latah berjanji. bukan kah janji adalah harapan bagi mereka yang sudah dijanjikan. mereka berharap, mungkin sedikit memohon demi terlangsung janji itu. sial lah mereka yang terlalu berharap pada sesuatu yang fana.

Kamis, 28 Maret 2013

Untitled

“Cinta sejati selalu menemukan jalan. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah namanya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya.

Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya. Kebetulan yang menakjubkan. Kalau kau tidak bertemu, berarti bukan jodoh. Sederhana bukan?

—Tere Liye, novel “Kau, Aku & Sepucuk Angpau Merah”

Minggu, 24 Maret 2013

Maudy Ayunda - Tahu Diri


Hai, selamat bertemu lagi..
Aku sudah lama menghindarimu
Sialkulah kau di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak bediri di depanmu kini
Sakitnya menusuk jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati

Dan.. upayaku tahu diri..
Tak slamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi

Bye, selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan sgala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah
Berkali-kali kau berkata
Kau cinta tapi tak bisa
Berkali-kali ku tlah berjanji
Menyerah....

Dan.. upayaku tahu diri
Tak slamanya berhasil
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi...

Monolog

"Kenapa dengan berjalannya waktu aku malah terus memikirkan mu? Ku pikir memori itu akan rusak juga terkikis zaman" keluhnya.
"kenapa kita tidak bisa seperti biasa?" tanyanya kesal. Meremat-remat telapak tangan gemas.
"Bukan... Bukan untuk kembali maksud ku, hanya seperti orang-orang pada umumnya" tambahnya semakin kesal.
"masih belum selesai bukan? Kita sama-sama itu, atau hanya hipotesa ku saja?" gumamnya terisak.
"kenapa harus aku lagi? Kenapa bukan kamu saja?! Kan kemarin-kemarin sudah aku!" bentaknya marah.
"terus lah terus! Apakah aku? Atau kamu memang begitu?" ucapnya, memukul-mukul bantal lemas.
"iya iya lemparkan saja semua pada ku" katanya menangis, tertunduk.
"oh tidak. Ternyata memang benar aku yang salah, maaf" ujarnya pelan.
"terima kasih" ungkapnya. Mengangkat kepala, diam. Berusaha menata memori.
"jika bukan kamu, mungkin aku tak tahu apa-apa" ujarnya tersenyum.

Racau dini hari

Dini hari dan untuk kesekian kalinya raga masih segar, tak terbesit sedikit pun kantuk. Melayang-layangkan angan, menikmati hidup yang telah diberikan Tuhan.
Sesekali tersenyum ketika kenangan manis terputar. Gelak tawa dan canda terekam indah di memori. Mengingat setiap detail cerita, menatap lekat lakon-lakonnya.
Tapi, tak jarang sendu pun merajut ketika kenangan pahit yang membekas terlintas. Malu, marah, kecewa dan merasa rendah atas semua kejadian buruk yang terjadi.
Memukul-mukul kepala berusaha mengganti angan, namun mereka tak mau pergi. Seberapa kuat mencoba untuk melupakan, sia-sia.
Berulang terus-menerus, hari demi hari, setiap malam. Aktivitas rutin yang langsung ter-setting ketika mata belum terpejam walau waktu tidur datang.

Selasa, 12 Maret 2013

Segala


Ku meragu, kau pun termangu

Tik tok tik tok dan kita masih membisu

Lidah ini kelu

Padahal ingin mengatakan hal yang ditunggu-tunggu

Kau pun meracau

Tak mau lagi menunggu

Akhirnya kau dan aku,

Sama-sama hanya menyimpan asa dalam kalbu

Dua jalan

Terkadang aku ingin kembali ke masa lalu, mengubahnya agar masa sekarang tidak seperti ini. Sayangnya, aku bukan Tuhan. Aku tak memiliki kekuatan apa-apa. Hanya manusia biasa dengan segala kesombongan dan kekhilafannya.
Tuhan, aku tau Engkau sudah menentukan takdir, menciptakan skenario lengkap dengan lakonnya. Menuntun kami dengan cahaya harapan menuju takdir-Mu. Tapi Tuhan, jika aku memilih untuk tidak mengikuti cahaya itu, apakah itu bagian dari takdir-Mu Tuhan? Atau aku memang bisa membuat takdir ku sendiri?
Tuhan, aku percaya takdir mu selalu indah. Kau menjanjikan kami surga yang sangat cantik, dengan segala keindahan yang tak ada dua nya. Tapi Tuhan, jika ternyata bukan surga yang menanti, apakah itu kesalah kami karena tidak mau mengikuti cahaya harapan-Mu? Maaf Tuhan, bukan kah tanpa izin-Mu juga kami tidak akan menyimpang?
Maaf Tuhan bukannya hamba meragu atau tidak percaya dengan keagungan-Mu. Maafkan hamba-Mu ini yang telah lancang mempertanyakan takdir-Mu, melakukan hipotesa dengan segala penyangkalan.
Maaf Tuhan, bukannya hamba hendak mengkafirkan diri, hamba hanya gelisah Tuhan. Bisa kah hamba merubah masa lalu? Hamba gelisah dengan masa sekarang Tuhan. Hamba tak dapat melihat cahaya harapan-Mu lagi.

Kamis, 10 Januari 2013

TALK LESS DO MORE!

"alah Indonesia tuh bisa apasih!" "pemerintah goblok!" "gak bangga gue jadi orang Indonesia! pengen pindah ke London aja" "itu pemerintah ngapain aja sih?! makan gaji buta!" "bukan Indonesia kalo gak adil hukamnya!" "gimana koruptor gak terus merajalela kalo hukumannya cuma segitu"

Mungkin kata-kata diatas sudah tak asing ditelinga kita. Makian, pesimistis, hinaan, sindiran sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari. Protes disana-sini. Ribut dimana-mana. Para kaum intelektual birkicau di dunia maya. Aksi demostran yang riuh. Pemberitaaan pers yang menambah kacaunya suasana. Semua menggelegar. Tumpah Ruah.
Sebenarnya apa yang salah dengan kita? Dengan negara saya, negara mu, negara kita? Pemerintah kah yang salah? sistemnya mungkin? Atau kita sendiri yang salah?
Mencari siapa yang salah dan benar, seperti melihat aksi pantomin dicermin. Tidak ada satu manusiapun didunia ini yang diingin disalahkan. Mereka melakukan pembelaan, pembenaran dan dengan lantang sambil membusungkan dada mengatakan "Saya yang benar!"
saya muak dengan sekeliling saya. Dimana pun. Kapan pun. Ricuh. Pembelotan, para bedebah berkeliran mencari domba hitam.
Media yang seharusnya memberitakan kebenaran sekarang menjadi memberitakan untuk kepentingan pemilik media. Ah mungkinkah mereka lupa fungsi pers? Sepertinya tak mungkin lupa, mereka hanya amnesia berkepanjangan.
Sangat lucu! saya sampai tertawa terpingkal-pingkal dengan media zaman ini. Sibuk mereka menceritakan ini-itu sampai mendetail, tapi melupakan satu hal. Memberikan masyarakat pemaham yang baik! Oh saya ingat dulu, kasus yang sedang hot-hot nya. Julia perez kalah hot dengan kasus ini, kasus Nazaruddin. Cinta Fitri kalah panjang dengan sekuel kasus ini. pemberitaan dimana-mana membuat masyarakat bingung dan terombang-ambing.
Bukankah seharusnya media dapat menjadi tongkat masyarakat dengan membentuk opini publik yang BENAR. Tapi apa yang terlihat? halah lupakan! Saya terlalu benci untuk membahasnya. Tak ingatkah mereka dengan zaman penjajahan dulu? Dengan kekuatan media rakyat bersatu memproklamirkan kemerdekaan. Tak takut dengan ancaman Belanda. Menyebar luas membuat dunia tahu. Indonesia telah merdeka! tak lagi dijajah
Lebih-lebih dari media, saya muak dengan orang-orang yang lantang berkicau disana-disini meneriaki ini-itu seolah hanya mereka yang benar. Kaum intelektual katanya. Tapi dimana "intelektualnya"? Oh mahasiswa, kemana mereka? Ah lupa. Mereka terlalu sibuk mengurusi urasan pribadi mereka padahal didepan mata ada anak yang meraung-raung kelaparan karena ketidakadilan.
Mereka bilang ini. Mereka bilang itu. Sah-sah saja, toh mereka punya hak untuk bersuara. Ini negara bebas bersuaralah! Tapi jangan tong kosong nyaring bunyinya. Hanya memprotes. Menunjuk. Tetapi tidak pernah melakukan apa-apa. tidak pernah jadi supporting system yang baik.
Jika ditanya kecinta pada tanah air? Oh pasti tentu sangat cinta. Apalagi kalau tetangga sebelah "berulah" bah! Ramai sudah. Sangat cinta bukan?
Bagaimana dengan pemerintahan kita? Jangan ditanya, sangatlah bagus! kita adalah murid yang melebihi gurunya. Kita lebih Liberal dari guru kita sendiri. Amerika Serikat.
Bedebah A bertarung dengan bededah B. Melemparkan bom fitnah. Menusuk citra. Dan pergi dengan wajah polos.
Saya, kamu, kita semua terjebak dalam lingkaran politik. Ada politik dalam politik. Lucu bukan? Ya kita memang lucu. Tertawalah!
Tak ada asap kalau tak ada api. Sama seperti kita. Tak mungkin seperti ini jika tidak bermuasal bukan? Oh mungkin pelajaran PPKN yang dulu diajarkan dari SD sampai SMA belum benar-benar bisa membuat pemahaman akan negara sendiri. Sepertinya iya dan tidak.
Saya pun tak jago dalam PPKN. nilai saya selalu tidak lebih dari 7. Saya pun tak begitu paham dengan kenegaraan dengan segala tetek bengeknya. Anda pun demikain bukan? Akuilah jangan malu. Kau tak sendiri.
Baru saya sadari bahwa pelajaran itu seperti terlewatkan. Padahal ini bisa mendidik moral kita warga negara yang baik. Persetan! Semua orang pernah korupsi. Korupsi uang sisa belanja di warung. Menyalin tugas. Berbohong kepada orangtua demi mendapat uang lebih.
Saya sangat menanti hari dimana pendidikan kewarganegara atau apalah itu mendapat sorotan yang lebih. Semua berawal dari pendidikan. Mau bukti? Lihat orang-orang Jepang. Mengapa mereka bisa hebat? Karena pendidikan. Mereka diajarkan mencintai bangsanya sendiri. Bukan semata-mata hanya pelajaran wajib sekolah. Tapi pendidikan kehidupan.
Saya, kamu, dia, mereka, kita. Semua. Pasti sudah gerah bukan? Lakukan dari diri sendiri. lakukan sesuatu. Bangsa ini akan mati jika kita diam!

Senin, 07 Januari 2013

Disini

Disini banyak air mata yang terurai. Hati yang tersakiti, kepercayaan yang dikhinati. Marah, benci, dendam, putus asa, semua larut bercampur seperti larutan garam. Tak terpisah, tak berkelompok. Benar-benar menyatu.
Disini banyak tawa yang membingkai manis di wajah-wajah mereka. Perut yang mulas karena candaan beberapa orang sanguin yang lucu (walau kadang mereka menyebalkan). Berbagi keceriaan dan kebahagian dalam kebulan asap rokok.
Disini seperti berada di sebuah kapal... ya kapal yang berlayar dan terus berlayar sampai menemukan tempatnya. Tak selamanya perjalanan indah, tak selamanya laut biru yang tenang dan sinar matahari yang cerah menemani pelayaran kapal ini. Dihembas angin, tamparan ombak, hujan badai. terombang-ambing dalam kekuatan alam pernah ditempuh.