Selasa, 20 Agustus 2013

Ketika #2


"bukankah lebih baik begitu, Lena?" Ujar Fajar penuh kepastian. Sudah hampir sejam Fajar menceritakan segala asa yang ia doakan setiap paginya. Hari ini, 13 Januari 2004, laki-laki tua itu datang dengan cicin berlapis perak. Melamar wanita yang ia kenal selama 6 bulan terakhir ini. Fajar memang sudah gila kata orang-orang pasar. Bisa-bisanya mengejar perempuan yang 20 tahun lebih muda darinya. Saat itu Lena 21 tahun dan Fajar 41 tahun.

"bicaralah aku ingin tahu jawaban mu" lanjutnya. Lena masih diam wajahnya datar. Tak nampak apapun. Entah sedih atau bahagia. Lena membisu.

"baiklah mungkin aku terlalu terburu-buru. Maafkan aku, Lena. Aku tak memaksa mu memberikan jawaban hari ini. Mungkin esok lusa kita bertemu lagi, membicarakan masa depan yang sedang tertunda" Fajar sangat percaya diri ia takkan ditolak. Lagipula selama ini Fajar lah satu-satunya sumber aliran kehidupan Lena. Selama ini pembeli di lapaknya memang hanya Fajar seorang. Barang dagangan Lena pun sama seperti penjual yang lain: kualitas menengah kebawah dan harga yang murah.

"esok lusa?" Lena menatapnya. Mata yang sedaritadi kosong tiba-tiba jernih. "siapa yang tahu jika esok lusa gusti allah merindukan mu. Mas takkan bisa mendengar jawaban ku"

Fajar menghentikan langkahnya. Kesal. "apa kamu baru saja menyumpahi ku mati? Kalau begitu katakanlah jawaban mu sekarang"

Lena menggeleng "esok lusa mas. Esok lusa kita akan bertemu lagi membahas masa depan yang tertunda"

"hahaha kamu memang benar-benar manis, Lena. Apakah kau begitu malu-malu? Ya baiklah esok lusa kita membahas masa depan kita manis" Fajar mengelus-elus rambut Lena gemas. Ia tersenyum lebar selebar pintu masa depan yang ia angankan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar