Rabu, 21 Agustus 2013

Ketika #4


"sudah sudah" wanita itu dengan lembut membelai rambut anak bungsunya yang sedang menangis. "ibu berjanji esok lusa akan membelikan boneka itu, nak. Sekarang ayolah makan, tidak kah kau capai menangis tersedu-tersedu sejak tadi?" bujuknya.

Lena tak mau mendengar. Ia sudah bosan dengan janji "esok lusa" ibunya. Sudah berapa banyak esok lusa yang ibu katakan? Sudah berapa kali ia harus gigit jari melihat teman-teman sebayanya bermain boneka?

"Lena tak butuh makan. Lena butuh boneka, bu!" ia melepas pelukan ibunya kasar. Kali ini Lena ngambek lebih parah dari sebelumnya. Ia menatap ibunya kesal. "jika ibu besok tidak membawa boneka, aku akan benci ibu!"

Percakapan anak-ibu itu selesai. Tenang. Namun tak setenang aliran rasa di hati masing-masing. Lena sudah tertidur lelap seperti lupa dengan sumpah serapahnya tadi sore, tapi ibu belum dapat memasuki dunia mimpi. Pikirannya kacau. Bukan karena kata-kata anak kesayangnya, tapi karena merasa tak dapat membahagiakan anak satu-satunya yang tersisa. Kakak-kakak Lena merantau entah kemana dan tak pernah kembali.

Sang waktu terus berdetak membawa kehidupan baru. Pagi. Dimana harapan-harapan merekah bagai bunga bakung. Pagi ini ibu menyelipkan doa untuk keingan anaknya. Semoga boneka itu dapat terbeli. Halal.

Tak peduli betapa berat pekerjaan yang akan ia terima. Tak peduli dengan suhu udara ibukota yang mencekat. Ibu akan pulang nanti sore. Bersama boneka untuk Lena.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar