Sabtu, 06 April 2013

Untuk kamu sgala pemuja rasa


Entah harus bagaimana aku semestinya mengalirkan derasnya rasa ini, yang aku tahu hanyalah meredamnya menjadi buih. Iya, aku mengerti walau berbuih pun ia masih bisa mengeroyok. Tak apa, setidaknya ia tak begitu menghujam.

Seandainya aku bisa menggantikan segala rasa yang sedang mengadili hati mu, aku bersedia. Jejak air mata itu masih dapat ku lihat dengan mata telanjang, walau berulang kali ku basuh dengan air. Entah apa yang merasuki mu, tolonglah untuk segera kembali waras. Bagaimana sanggup aku melihat kau mengoyak-ngoyak diri mu secara pilu?

Bahkan aku tak melihat danau teduh itu lagi di mata mu. Mata yang sanggup menelan siapa saja. Begitu tenang. Kamu kenapa? Tanya ku pada sukma mu. Sepertinya hati dan logika mu sedang perang dingin. Kalah mengerikan dengan kapal selam uni soviet yang memasuki perairan amerika pada musim dingin.

Kamu kemana? Tanya ku pada sosok yang tak ku kenal setahun belakangan ini. Tolong berhenti lah meradang pada nasib yang tak kunjung berubah. Aku tahu kamu lebih berharga, jangan kalah dengan ini. Persetan dengan segala perasaan yang berkecamuk, tolong lenyap lah.

Pertarungan paling hebat memang pertarungan melawan diri sendiri. Titik dimana hati dapat terkoneksi dengan pikiran, dan segala ego teredam. Ah kamu pasti sudah tak asing dengan kata manajemen hati bukan? Sudah dua tahun lebih kita diajarkan itu oleh perahu merah putih ini. Ya aku tahu, ini sedikit berbeda tapi tetap pada definisi yang sama kan?

Untuk kamu sgala pemuja rasa, semoga kamu dapat mengalahkan segala emosi yang tumpah ruah. Aku selalu disini, menanti sembuhnya kamu, mendamba senyum ikhlas dari bibir kecil mu. Maafkan aku yang telah dengan sengaja membuat alirannya semakin deras, andai aku tahu mungkin aku tak akan melesat mulutnya bagai ketapel.

Untuk kamu sgala pemuja rasa, semoga kamu dan dirimu baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar