Rabu, 19 Juni 2013

Secangkir kopi (1)


Ku kira ini sudah satu jam yang lalu pria itu pergi meninggalkan kedai, tapi cangkir ini masih terasa hangat. Bahkan aroma kopi masih tersisa di udara. Aneh sekali.

Beberapa hari kemudian pria itu datang kembali, dengan pakaian yang sama, memesan kopi hitam panas. Tidak kah ini terlalu siang untuk menikmati secangkir kopi hitam? Ku pikir orang-orang meminum kopi hitam di pagi hari.

Dalam hitungan menit dia menyambar habis kopinya. Apakah dia haus? Pikir ku. Bagaimana bisa secangkir kopi hitam yang pahit diteguknya sekaligus? Lagipula bukan kah kopinya masih panas? Pria yang aneh.

Pria itu menghampiri ku, "maaf mbak, apakah ada kopi hitam yang lebih pahit dari yang sudah ku pesan sebelumnya?" katanya sambil menyodorkan cangkir kopi. Kening ku mengernyit, orang ini sakit? bahkan ampas kopi ditelan juga gumam ku dalam hati.

"maksudnya lebih pahit?" aku masih bingung dengan pesanan pria itu. Bukan kah kopi hitam itu kopi yang paling pahit? Lagipula aku tidak menambahkan sebutir gula pun di cangkirnya tadi.

"lebih banyak bubuk kopi" sahutnya datar meletakkan cangkir itu dan kembali ke mejanya. Kini aku tambah dibuat bingung, sudah 3 tahun bekerja di kedai ini dan pertama kalinya mendapat pesanan aneh dari orang yang aneh pula. "ah sudahlah kita turuti saja kemauan tuan itu" gumam ku seraya membubuhkan satu dua sendok teh kopi ke dalam cangkir. Tak lama aku diam, berapa banyak bubuk kopi yang ditambahkan? Alih-alih sesuaikan keinginannya malah nanti ia tersedak karena terlalu pahit, bisa-bisa aku yang kena getah.

"harus kah selama itu untuk membuat secangkir kopi?" suara ketus pria itu membuyarkan lamunan ku. "baik lah tuan semoga kau tersedak!" ucap ku dalam hati kesal.

aku mengantarkan pesanannya sambil sesekali melihat ke dalam cangkir. Dalam pikiran ku ini lumpur bukan kopi tapi peduli setan, pelanggan adalah raja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar