Rabu, 19 Juni 2013

Secangkir Kopi (3)

Kliiing. Bunyi lonceng di depan pintu kedai berbunyi. Aku berlari ke depan kasir meninggalkan tumpukan biji kopi yang belum terpanggang rata, "maaf kami belum buka" kataku sambil menepak-nepak celemek yang kotor terkena bercak bubuk kopi.

"ah iya saya tahu" Jawabnya santai.

"eh?" sahut ku bingung mendongakkan kepala. Ah pria ini datang lagi, apa dia ingin memesan kopi hitam lagi? Pikir ku.

Pria itu melihat sekitar kedai lekat-lekat. Meraba satu per satu foto-foto lama yang digantung di dinding. Kedai ini memang berdiri sangat lama sejak tahun 1979. "kedai ini sangat tua", ia mengetuk-ngetuk dinding dan lantai kedai. Hampir 75% bagunan kedai memang terbuat dari kayu jati. Selama 34 tahun hanya mengalami satu kali renovasi. Aku pun kadang tak percaya tempat ini masih begitu kokoh.

Aku hanya berdiri di tempat kasir menatap pria itu mengitari kedai. Tak ada satu pun kata ku lontarkan untuk menghentikan ekspedisi kecilnya disini. "jadi disini tidak menjual apapun selain kopi?".

"eee maaf?" sahut ku tak beraturan, mencoba kembali sadar dari lamunan. "maaf kami belum bisa menerima pesanan. Datang lagi jam 8" kata ku sopan sambil menunjuk papan jadwal kedai yang terpasang di samping mesin kasir.

"ah iya saya tahu" jawabnya

"Lantas?" tanya ku sopan sambil tersenyum. Ini lebih menyebalkan daripada pendidikan sopan satun ketika magang dulu.

"apa kamu masih akan berdiri terus disana?" tanyanya sambil mengendus-ngendus sesuatu. "biji kopi mu terpanggang 10 derajat lebih tinggi dan 30 menit terlalu lama, jika tidak cepat diaduk akan gosong dan hancur" lanjutnya santai.

Dalam hitungan detik aku berlari ke belakang dapur, astaga memangnya siapa yang datang pagi-pagi mengganggu ku bekerja? aku menggerutu kesal. Biji kopi tidak matang merata, tapi ini sudah terlambat untuk memanggang biji kopi baru. Kurang dari satu jam kedai harus dibuka.

"apakah kau pemilik kedai ini?" katanya sambil mengitari mesin pemanggang.

"bukan saya hanya pegawai, pemilik kedai ini tinggal diluar kota". Ku putuskan untuk menggangkat biji kopi dan memindahkannya ke dalam wadah besar kedap udara. Tingkah ku seperti maling yang bingung mencari jalan keluar kampung. "haduh dimana aku meletakkan penggiling"

"tidak kah kamu tahu, proses pemanggangan sangat mempengaharui cita rasa kopi? Bagaimana bisa kamu menggangkatnya? biji-biji kopi itu belum terpanggang rata" ucapnya ketus mengambil beberapa biji kopi dari wadah. Pria itu menghirup aroma biji kopi beberapa kali, "selama proses pemanggangan biji kopi berubah bentuk secara fisik maupun kimiawi" lanjutnya.

Pria itu menyerahkan biji-biji kopi kepada ku, "bagaimana aromanya?". Aku tahu ini gosong dan tidak matang merata, sudah 3 tahun ku habiskan hidupkan bekerja disini tentu aku tahu apa yang terjadi. "gosong" jawab ku malas.

"sejak kapan aroma dapat diketahui dari indra penglihatan?"

"ngg... maksud ku biji kopi ini gosong bau terbakar... ngg sangat menyengat" jawab ku tak mau kalah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar